“Selamat pagi!” suara
riang itu membangunkanku dari tidur. Tampak Elmira dengan wajah lucunya, sudah
dalam keadaan rapi dalam balutan seragam sekolah. Belum puas, ia kembali
berseru kencang di telingaku,”Ken, ayo bangun! Matahari sudah tinggi!” Aku
mengerjap-ngerjapkan mataku. Kini El terlihat sibuk membangunkan teman-temanku
yang lain.“Barbie, ayo bangun, hari sudah siang. Hei Paddington, jangan tidur
lagi. Mickey, Minnie, Pooh, kenapa kalian masih mendengkur? Ayo semua, sudah
saatnya bangun!”
Begitulah yang
terjadi setiap pagi di kamar El. Ia selalu bangun lebih pagi dan membangunkan
kami semua dengan penuh semangat. El adalah seorang gadis kecil berumur sepuluh
tahun. Wajahnya lucu dan menggemaskan, dengan pembawaannya yang selalu ceria.
El menemukanku di toko mainan di sebuah pusat perbelanjaan kota, dua tahun yang
lalu. Pertama kali melihatnya, aku langsung terkesima dengan senyum dan mata
kekanak-kanakannya. Ia memandangiku dengan takjub, seakan menemukan sesuatu
yang begitu istimewa. El pun langsung membawaku ke hadapan orangtuanya.
”Ayah, Bunda, lihat!
Bolehkah El ambil yang ini?” ujarnya memohon pada orang tuanya. Keduanya
berpandangan satu sama lain, sementara si kecil El masih saja merajuk,”Boleh ya
Yah.. Boleh ya Bun..”
Orang tua El
tersenyum geli, dan sang ayah pun berkata,”Tentu boleh, El sayang. Lagipula
hari ini kan ulang tahun El yang kedelapan, jadi El boleh memilih mainan apa
saja yang El suka.” Ujar ayahnya lembut. Terlihat mata si kecil berbinar-binar.
Sambil terus mendekapku, ia melonjak kegirangan.
”Terima kasih Ayah.
Terima kasih Bunda.” serunya bahagia,”Tapi El hanya ingin boneka Ken ini saja
kok Yah, Bun.”
“Lho kenapa
memangnya, El? Apa tidak ada boneka lain yang El inginkan?” tanya bundanya
sambil membelai rambut El. Yang ditanya hanya menggelengkan kepala,”El sudah
punya cukup banyak boneka dan mainan di rumah, Bun. Tahun lalu El mendapat
hadiah boneka Barbie dan rumah mainannya dari Ayah dan Bunda. El sangat senang
karena akhirnya El mendapatkan mainan yang selama ini El inginkan. Namun El
kasihan pada Barbie karena dia tak mempunyai teman sesama boneka manusia,
sementara di kamar El hanya ada boneka-boneka hewan. Karena itu El hanya ingin
boneka Ken ini ya Yah, Bun.” saat itu aku tersenyum melihat kepolosan dan tingkah
lucu El. Aku pun bersyukur karena di antara boneka manusia lain yang dijual di
sana, El memilihku sebagai temannya.
Sejak itu aku tinggal
di rumah El. Setiap pulang sekolah atau saat senggang, El selalu mengajak
boneka-bonekanya bermain, termasuk aku. Ia menyayangi semua mainannya dan
memperlakukan kami dengan baik. Hal ini membuat kami sayang pada El. Namun,
entah mengapa aku merasa bahwa El menaruh perhatian spesial padaku. El selalu
membawaku kemana pun dia pergi. Ia selalu mendekapku saat tidur dan
membangunkanku terlebih dulu sebelum mulai membangunkan teman-temanku yang
lain. Suatu kali kami sedang bermain bersama Barbie, Pooh, dan boneka lainnya,
El berpura-pura seakan Barbie adalah putri raja yang cantik, sementara aku
adalah pangeran tampan yang baik hati. Setelah puas bermain, El menghempaskan
tubuhnya di karpet, dikelilingi kami, para boneka. Tiba-tiba El meraihku dan
menatapku dalam-dalam.
”Kelak, aku juga
ingin seperti kisah di dongeng-dongeng. Ada pangeran baik dan tampan yang
selalu menjagaku, menjadi seseorang yang istimewa di hatiku.” ujarnya sambil
memelukku. Saat itu aku merasa pipiku menghangat. Dan aku menyadari satu hal:
Aku jatuh hati pada gadis cilik ini. Dan perasaan itu tetap terjaga hingga
kini.
***
“Kau sudah gila ya,
Ken?” Barbie setengah berteriak mendengar perkataanku. Aku mendesis sambil
meletakkan telunjukku di depan mulut, takut boneka yang lain akan mendengarnya.
Hari sudah malam, seperti layaknya manusia, kami para boneka juga membutuhkan
waktu beristirahat. Namun malam ini mataku tak dapat terpejam. Maka aku mengendap-endap
dari pelukan El, membangunkan Barbie, sahabatku. Sudah setahun aku di sini,
seiring waktu itulah perasaanku terhadap El terus tumbuh. Tetapi tidak satu pun
teman-temanku yang mengetahui soal perasaanku pada gadis cilik itu. Ada
perasaan berkecamuk, aku butuh teman bicara, seseorang yang bisa mendengar
ceritaku. Untuk itu aku memutuskan untuk menceritakan semuanya pada Barbie,
yang sudah lebih dulu tinggal bersama El. Tak kusangka reaksinya akan begitu.
“Kau tahu kan Ken,
dunia kita dan El sangat berbeda. El adalah manusia, pemilik kita, Ken.
Sementara kita hanyalah boneka, mainan! El memang lucu, cantik dan
menggemaskan. Tapi tetap saja kita tak boleh berlebihan sayang padanya, Ken!”
sergah Barbie. Ucapannya merobek perasaanku.
“Tapi kenapa, Barbie?
Karena kita tidak bisa hidup saat berada di depan mereka? Karena ukuran tubuh
kita lebih kecil dari mereka? El memperlakukan kita seperti halnya ia berinteraksi
dengan manusia, Barbie. Apakah kau tak melihatnya?” tukasku,berusaha meyakinkan
Barbie.
“Sadarlah, Ken. El
itu masih sepuluh tahun. Seperti anak gadis pada umumnya sudah sewajarnya ia
bermain bersama kita, seolah kita ini hidup. Ia memang menjaga kita dengan
penuh kasih, tapi kau jangan lupa Ken, El akan tumbuh dewasa. Cepat atau lambat
dia akan melupakan kita, Ken.” perkataan Barbie membuatku tercekat.
“Tidak, Barbie. El
adalah gadis yang baik. Selayaknya manusia El pasti akan bertambah besar, namun
dalam hati aku yakin ia takkan meninggalkan kita, ia takkan meninggalkanku,
Barbie. Bahkan jika bisa, aku bersedia melakukan apa pun agar aku bisa hidup di
depannya dan mengutarakan perasaan ini padanya.”
“Kau benar-benar
sudah kehilangan akal sehat, Ken. Kita para mainan tak mungkin bisa
berinteraksi secara langsung dengan manusia. Mereka pasti ketakutan jika
melihat kita serta merta hidup dan berbicara pada mereka.” kulihat sahabatku
itu menghela nafas. Ia hendak berlalu, kembali tidur, namun sebelum itu, ia
menepuk pundakku,”Kuharap kau segera sadar Ken, sebelum kau terlalu
tersakiti..”
***
Tak terasa, kini El
sudah berusia empat belas tahun. Ia tumbuh menjadi remaja yang pintar dan
semakin cantik. Ia memang sudah semakin jarang bermain dengan kami, namun ia
masih menempatkan kami di tempat tidurnya. Kadang ia memeluk Pooh, Mickey, atau
boneka hewan lainnya saat tidur. Namun ia sudah tak pernah lagi menoleh ke
arahku. Ia tak pernah lagi mendekapku erat, tak pernah lagi berbicara denganku
seperti dulu. Ada perasaan sedih di dalam hatiku. Kemana perginya El yang dulu?
El kecil yang kemana-mana selalu membawaku serta? Sampai setiap orang begitu
hafal, di mana ada Elmira, di situ ada Ken. Mengapa kini El tak pernah bermain
denganku walau hanya sebentar saja? Ada kerinduan yang menganga begitu lebar
dalam hatiku.
***
Waktu terus berlalu.
Tahun terus berganti. Hari itu bertepatan dengan ulang tahun El yang ke-17, di
bulan Februari. Bulan yang kata orang merupakan bulan kasih sayang. Tak seperti
biasanya, begitu banyak orang berdatangan ke rumah. Menurut Barbie, bagi
manusia, usia tujuh belas tahun dianggap sebagai babak baru dalam kehidupan
mereka. Manusia yang telah menapaki umur tujuh belas tahun dianggap telah
dewasa, mulai bisa menentukan pilihan hidupnya sendiri.
Diam-diam, kami para
mainan mengintip hiruk-pikuk yang terjadi di ruang tengah keluarga El. Tak
hanya sanak saudara, beberapa orang yang belum pernah kami kenal pun turut
meramaikan suasana. Salah satu di antaranya adalah seorang anak lelaki berbadan
tinggi tegap dengan penampilan kasual yang modis, yang ditengarai sebagai teman
sekolah El. Sejak pertama ia muncul, ada rona merah bercampur kebahagiaan di
wajah El, membuat hatiku panas. Apakah ia.. ah, tak mungkin. Pasti ini hanya
perasaanku saja.
Acara pun berlangsung
dengan meriah hingga tiba pada puncaknya, acara tiup lilin. Semua orang
menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk El, bahkan kami para mainan
diam-diam bernyanyi dari dalam kamar. Bagaimana pun El adalah sosok gadis yang
menyenangkan, meskipun ia sudah semakin jarang menyentuh kami.
El meniup lilin di
kue tart-nya, diiringi tepuk tangan dari semua orang di ruang tengah. Tibalah
saat pemotongan kue yang akan diberikan pada orang-orang spesial di hati El.
Potongan pertama El berikan pada bundanya, dibarengi dengan pelukan dan kecupan
kasih sayang di kedua pipi El. Potongan kue kedua diberikan pada ayah El,
bersamaan dengan El mencium tangan sang ayah dengan wajah haru dan bahagia.
“Dan potongan kue
ketiga El berikan pada..” Aku berdebar-debar. Siapa kah yang akan mendapat
potongan kue ketiga? Apakah El masih mengingatku?
“Adrian, potongan kue
ketiga ini untuk kamu.” suara El bagai petir menyambar telingaku. Tampak anak
lelaki bertubuh tegap tadi maju dan tersenyum ke arah El. Yang berulang tahun
tersipu malu sambil menyerahkan kuenya. ”Ayah, Bunda, kenalkan, ini Adrian,
teman sekolah El. El pernah cerita kan kalau El mau mengenalkan orang yang
spesial di ulang tahun El yang ke-17 ini? Adrian lah orang itu, Yah, Bun.” ujar
El, memperkenalkan lelaki itu di hadapan orang tuanya. Acara ulang tahun pun
berlanjut. Aku terduduk lemas di kamar El. Hancur sudah harapanku untuk dapat
menjadi pangeran impian El. Kini ia telah memiliki pangeran yang datang dari
dunia yang sama dengannya. Barbie yang melihatku begitu terpukul berusaha
menghiburku. Di saat aku sedang bersedih, terdengar sebuah suara melengking
dari ruang tengah.
“Kak El, boleh Meta
bermain dengan boneka-boneka Kakak?” Meta, sepupu El yang terkecil berteriak
sambil berjalan menuju kamar El.
“Tentu boleh Meta
sayang, mainlah dengan boneka apa saja yang Meta suka.” ujar El yang masih
sibuk dengan teman-temannya. Meta kecil berlonjak girang, dan memasuki kamar
El. Begitu ia melihat kami, para mainan, ia begitu takjub. Serta merta ia
meraih tubuhku, dan membawaku ke hadapan El.
“Kak El, boneka ini tampan
sekali. Bolehkah yang ini menjadi milik Meta?” ucapan Meta membuatku tercekat
dalam hati. Oh Tuhan, aku tidak ingin berpisah dari El. Sekalipun ia tak pernah
bermain denganku lagi, sekalipun ia telah memiliki teman spesial, aku tak ingin
jauh darinya. Biarlah aku hanya menjadi boneka biasa asalkan aku bisa tetap
berada di sisi Elmira.
El menatapku dengan
seksama. Ia terdiam sejenak, seperti menimbang-nimbang. Sesaat kemudian ia
berkata,”Tentu boleh Meta. Ambillah boneka ini. Kak El sudah tidak memakai
boneka ini kok.” ujarnya sambil tersenyum pada Meta. Ucapan itu merontokkan
hatiku. El.. Elmira.. Mengapa begitu mudah kau melepaskanku? Tidakkah kau mengingat
masa itu, saat kita sering bermain bersama? Saat aku menjadi teman yang kau
bawa kemana saja? Aku menyayangimu lebih dari rasa sayang Adrian kepadamu, El. Elmira
oh Elmira.. Ah, andai kau tahu El..
*Cerita ini telah dibukukan dalam buku 2 antologi Kasih Tak Sampai oleh NulisBuku.com
No comments:
Post a Comment