What's new?

Monday, July 13, 2020

Review Buku: Na Willa



Judul buku: Na Willa
Pengarang: Reda Gaudiamo
Ilustrator: Cecilia Hidayat
Tahun terbit: 2018
Tebal buku:119 halaman
Penerbit: Post Press

Ketika seorang anak kecil menceritakan pengalamannya dengan semangat, apa reaksi yang kita berikan? Mendengarkan dengan saksama? Atau justru terkesima dengan kepolosan dan tingkah lucunya?

Bagai menyimak celotehan khas anak-anak, buku Na Willa diceritakan dari sudut pandang si tokoh utama sendiri. Na Willa adalah seorang gadis kecil berkepang dua yang tinggal di sebuah gang di Surabaya. Dalam kesehariannya, Na Willa tinggal bersama Mak, sementara Pak yang bekerja sebagai pelaut baru dapat pulang setelah beberapa waktu lamanya berlayar. Pernah suatu kali Pak berlayar begitu lama dan ketika pulang ke rumah, si kecil Na Willa seakan tidak mengenali ayahnya. Sejak itu, Pak selalu berusaha untuk tidak terlalu lama dalam berlayar. Na Willa juga bercerita kesehariannya dengan teman sepermainannya: Farida, Dul, dan Bud. Bersama mereka,Na Willa kerap menghabiskan waktu bermain keleremg, layang-layang, hingga mengejar kereta api. Sampai suatu ketika Na willa harus berhenti mengejar kereta api karena suatu kejadian.

Na Willa yang kritis juga menjalani hari-harinya dengan berbagai keingintahuan: bagaimana radio kecil kesayangan Mak bisa mengeluarkan suara para penyiar? Mengapa ada pengantin yang menangis satu hari sebelum pernikahannya? Sebagaimana anak kecil pada umumnya, Na Willa juga sempat diledek oleh tetangganya, hal yang membuat Na Willa naik pitam. Dari Mak, Na Willa belajar untuk tidak serta merta membalas perlakuan orang yang menyakiti hatinya, terutama jika orang itu lebih lemah darinya. Mak pula yang mengenalkan Na Willa pada buku-buku bacaan, membuat Na Willa sudah menyukai baca tulis bahkan sebelum ia masuk TK. Dari Mak, Na Willa mengenal lagu-lagu yang kerap diputar di radio, termasuk lagu Lilis Suryani yang Mak sukai.

Na Willa dapat dikatakan sebagai sebuah buku yang dapat dibaca segala usia, dari anak-anak hingga orang dewasa. Meski dikisahkan dari kacamata anak-anak, Na Willa tetap mengangkat isu-isu yang akrab dengan keseharian kita: hubungan dengan keluarga, toleransi terhadap sesama, bagaimana bersosialisasi dengan sekitar, pendidikan terhadap anak, hingga tanggung jawab terhadap apa yang telah kita lakukan. Semua dituturkan secara sederhana melalui sudut pandang Na Willa, namun tetap memberikan kesan tersendiri bagi pembaca. Membaca Na Willa bagai mengajak pembaca untuk melakukan nostalgia masa kecil. Ada beberapa bagian yang terasa familiar bagi saya, seperti ketika Na Willa kerap dibacakan dongeng sebelum tidur, begitu semangat membaca berbagaib tulisan ketika ia sudah bisa membaca, dan Na Willa dapat menyanyikan setiap lagu yang ibunya dengarkan dari radio. Na Willa, dengan segala kelucuan dan kehangatannya, menyiratkan bahwa dunia anak yang tampak sederhana dan mudah juga dapat menjadi suatu hal yang pelik bagi anak-anak sendiri. Karena itu sedari dini mereka harus belajar mengenai berbagai hal yang ada di sekitarnya, agar kelak anak-anak dapat mengambil keputusan untuk setiap hal yang mereka alami.

Skor: 4/5