What's new?

Showing posts with label books. Show all posts
Showing posts with label books. Show all posts

Saturday, July 31, 2021

Review Buku: The Miraculous Journey of Edward Tulane

 



Judul buku: The Miraculous Journey of Edward Tulane

Pengarang: Kate DiCamillo

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit: 2006


Betapa menyenangkan jika kita memiliki segala hal yang diinginkan orang lain: orang-orang yang begitu menyayangi kita, tempat tinggal yang nyaman, juga berbagau fasilitas memadai. Tapi bagaimana jika kita harus meninggalkan semua kenyamanan itu secara tiba-tiba, tanpa pernah memaknainya dengan baik? Mampukah kita menghadapi kerasnya hidup dan memaknainya dengan baik?

Edward Tulane adalah sebuah boneka kelinci porselen milik Abilene Tulane. Dimiliki oleh gadis kecil putri keluarga Tulane yang berada, Edward dihujani oleh kasih sayang dan berbagai barang berkualitas baik. Abilene memberikan pakaian dan aksesori mahal untuk Edward. Ia juga selalu mengajak Edward bicara layaknya manusia, bahkan menamainya lengkap dengan nama keluarga Tulane. Sayang, semua yang ia miliki membuat Edward tinggi hati. Ia merasa bahwa dirinya adalah yang satu-satunya yang harus terus mendapat perhatian dan tak pernah menghargai Abilene sebagai pemiliknya.

Semuanya berubah ketika Edward harus terpisah dari Abilene dalam sebuah perjalanan wisata dengan kapal pesiar, menyebabkan kelinci porselen itu terlempar ke lautan. Sejak itu kehidupan Edward menjadi penuh liku. Edward yang terbiasa dengan kenyamanan dan barang-barang indah, harus rela melanglang dari satu tempat ke tempat lain, bertemu berbagai orang baru yang menjadikannya teman, namun tak jarang pula yang menyia-nyiakannya. Bersama mereka, Edward belajar untuk lebih memaknai hidupnya dan menghargai setiap orang yang menyayanginya. Namun begitu, jauh di dalam hatinya masih tersimpan kerinduan pada pemilik lamanya, Abilene. Akankah Edward dapat bertemu dengan Abilene lagi?

Bagiku, The Miraculous Journey of Edward Tulane tidak sekadar buku cerita anak-anak. Kisah ini sangat layak dinikmati oleh segala usia, bahkan orang dewasa sekali pun. Perjalanan hidup Edward yang bermula dari sebuah boneka kelinci porselen sombong tak berperasaan hingga akhirnya dapat memaknai kasih sayang dan ketulusan orang-orang di sekitarnya menunjukkan bahwa roda kehidupan akan selalu berputar. Ketika kita sedang di atas, kita harus tetap mengingat orang-orang yang selalu ada untuk kita, mensyukuri apa pun yang kita miliki. Begitu juga saat kita berada dalam posisi terbawah. Meski menyakitkan, hidup harus tetap berjalan ke depan. Memang tidak mudah untuk menjalani kerasnya hidup dengan lapang dada, tapi terus meratapi hal buruk yang terjadi pada kita juga tidak akan membuat kepedihan itu sirna. Hal menarik lain yang dapat dipelajari dari Edwaard Tulane adalah bagaimana ia belajar untuk ikhlas melepaskan apa pun yang pernah ia miliki, termasuk orang yang menyayanginya. Tentu hal-hal semacam ini terasa familiar dengan problema orang dewasa dan tidak ada salahnya kita membaca buku ini untuk dapat belajar mengenai arti ikhlas dan menghargai.

Monday, April 26, 2021

Review Buku: Hush Little Baby



Judul buku: Hush Little Baby

Pengarang: Anggun Prameswari

Tahun terbit: 2018

Penerbit: Noura


Memiliki suami mapan dan perhatian beserta bayi mungil nan menggemaskan nampak sebagai hidup sempurna ya bagi seorang wanita. Namun apa benar hanya hal itu yang dapat membuat wanita merasa bahagia dan dihargai?


Semua orang mungkin menganggap Ruby sebagai wanita yang beruntung. Bagai kisah-kisah puteri dalam dongeng, Ruby yang memiliki kehidupan sederhana dicintai dan menikah dengan Rajata, seorang pengusaha kaya nan rupawan. Mereka pun dikaruniai Gendhis, seorang bayi perempuan yang manis. Sampai di sini semua terdengar sempurna, bukan? Namun kenyataannya, hal itu tidak serta merta membuat Ruby merasa utuh. Selepas melahirkan, Ruby terkena baby blues dan postpartum depression. Ia kerap merasa bingung menghadapi anaknya yang menangis dan bagaimana harus menenangkan anaknya. Ia selalu khawatir akan mencelakakan putrinya sendiri. Belum lagi berbagai kritikan dan komentar dari mertua dan orang-orang sekitar mengenai Gendhis yang lahir secara sesar, pilihan Ruby untuk menggunakan susu formula ketika air susunya macet, juga rasa lelah dan kalutnya ketika ia terus dituntut untuk menjadi sosok ibu sempurna seperti yang diinginkan orang-orang. Ruby sendiri masih menyimpan kenangan pahit mengenai ibunya. Di sisi lain, Ruby merasa lega masih memiliki Bibi Ka, pengasuhnya sejak kecil yang telah ia anggap sebagai ibu sendiri. Bibi Ka kerap membantu Ruby mengasuh Gendhis dan menenangkannya ketika berbagai keresahan Ruby kembali muncul. Namun benarkah Ruby mampu memercayakan Gendhis pada orang-orang di sekitarnya? Dapatkah ia mengasuh Gendhis dengan caranya sendiri?

Hush Little Baby mengajak pembaca untuk melihat lebih dekat tentang kehidupan wanita pasca menikah dan melahirkan. Dalam masyarakat kita, seorang wanita sering kali baru dinilai sempurna ketika dia telah menikah dan punya anak. Tidak berhenti sampai di situ, mereka yang telah menjadi ibu juga seakan dituntut oleh masyarakat untuk memiliki citra sempurna dalam mengurus rumah tangga dan merawat anaknya. Mereka seakan diharuskan untuk mengikuti standar masyarakat mengenai bagaimana seorang ibu harus merawat anaknya, makanan apa yang paling baik untuk anak, hingga proses melahirkan yang terbaik. Tentunya hal ini menjadi tekanan sendiri bagi para wanita, dan hal inilah yang memunculkan baby blues dan post-partum deppression

Tidak hanya itu, Hush Little Baby juga akan membawa pembaca mengulik kehidupan masa lalu Ruby dan ibu kandungnya. Novel ini dibawakan dengan alur maju mundur yang membuat jalan ceritanya semakin menarik. Bagi kamu penyuka cerita thriller, siap-siaplah dibuat kaget dengan plot twist yang terungkap di akhir cerita.

Saturday, March 20, 2021

Review Buku: Sam Di Gi, Bocah yang Tak Bisa Membaca


 Judul Buku: Sam Di Gi, Bocah yang Tak Bisa Membaca

Pengarang: Won Yousoon

Tahun terbit: 2014

Penerbit: DAR! Mizan


Pernahkah kamu mendapat pengalaman tidak menyenangkan di sekolah saat kecil? Bagaimana perasaanmu jika di sekolah kamu selalu menjadi bahan cemooh teman sekelas karena sesuatu yang menjadi kekuranganmu?

Hal itulah yang dialami Um Sam Deok, yang lebih senang disebut Sam Di Gi. Sam Di Gi sebenarnya adalah anak yang baik dan lucu. Hanya saja dia belum bisa membaca, suatu hal yang tidak lazim bagi siswa yang sudah duduk di kelas dua SD. Hal itu membuat Sam Di Gi kerap dipermalukan oleh guru kelasnya yang sudah angkat tangan dalam mengajar Sam Di Gi membaca. Tidak hanya itu, teman sekelas Sam Di Gi juga kerap mengejeknya. Bukan saja karena kemampuan membaca yang berbeda dari teman-temannya, tapi juga karena penampilan Sam Di Gi yang lusuh. 

Sam Di Gi memang berasal dari keluarga sederhana. Ia hanya tinggal berdua dengan neneknya yang sudah renta dan buta huruf. Ayahnya sudah lama meninggal dan ibunya meninggalkan Sam Di Gi saat masih kecil. Praktis, tidak ada yang membantunya belajar membaca ketika di rumah, dan Sam Di Gi jadi kesulitan mengikuti pelajaran membaca di sekolah. Rasa malu akibat perlakuan teman-teman dan ketidakmampuan dalam membaca membuat Sam Di Gi malu dan marah. Ia kerap membalas teman-teman yang mengejeknya. Dari situlah ia dikucilkan dan dianggap sebagai pembuat onar. Dapatkah Sam Di Gi membaca pada akhirnya? Adakah teman yang dapat memahami dan mau membantunya belajar membaca?

Mengikuti kisah Sam Di Gi, Bocah yang Tak Bisa Membaca membuatku tercenung dan sejenak kembali pada masa kecil. Saat kita masih duduk di bangku sekolah dasar, pasti ada saja teman kita yang kerap diomeli atau dipermalukan karena tidak menguasai pelajaran. Ada juga teman yang kerap berbuat jahil dan mengganggu teman sekelas lainnya. Mungkin saat kecil kita menganggap anak-anak itu pengganggu atau bahan lelucon, tapi bisa jadi mereka melakukan hal-hal itu karena berbagai alasan yang tidak pernah mereka ceritakan. Siapa tahu di balik itu semua, mereka adalah anak yang butuh bantuan, atau justru anak yang menyenangkan bagi keluarganya, seperti halnya Sam Di Gi yang sangat perhatian dan kerap menghibur neneknya. Novel anak Korea ini memiliki cerita yang sederhana, namun menurutku maknanya begitu dalam. Kita sebagai pembaca seakan diingatkan untuk saling menghargai sesama dan tidak menjadikan kekurangan fisik atau mental seseorang sebagai bahan cemooh. Justru kita harus berusaha untuk lebih menerima dan membantu ketika mereka memerlukan. 

Wednesday, February 24, 2021

Review Buku: Sambal & Ranjang


 

Judul buku: Sambal & Ranjang

Pengarang: Tenni Purwanti

Tahun terbit: 2020

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama


Jika kamu terlahir sebagai seorang perempuan, apa yang terbayang di benakmu begitu tumbuh besar? Baju warna-warni? Pernak-pernik lucu untuk menghias diri? Bagaimana jika ketika dewasa kamu dihadapkan bahwa  dunia tidak selalu berwarna-warni, sebagaimana hiasan rambut yang kamu kenakan dulu? Apa reaksimu ketika harus menerima berbagai paksaan hingga kekerasan dari orang di sekitar?

Seperti itulah kira-kira gambaran dari kisah-kisah yang tersaji dalam Sambal & Ranjang. Jangan buru-buru protes dengan judulnya yang terkesan 'panas', karena jika kamu berpikir kisah-kisah dalam buku ini mengandung unsur-unsur vulgar, tebakanmu salah. Buku karya Tenni Purwanti ini menyuguhkan 16 cerpen yang hampir keseluruhannya mengangkat isu perempuan dan kehidupan di sekitarnya. Dari sekian banyak kisah, ada tiga cerpen yang cukup menarik perhatianku: Sambal di Ranjang, Candid, dan Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa.

Sambal di Ranjang mengisahkan tentang seorang istri jago masak yang sambal racikannya begitu digemari sang suami. Saking sukanya, sebelum tidur suaminya selalu minta disiapkan makanan plus sambal. Sambal itu pun akan menjadi bekal sang suami saat dinas ke luar kota. Hingga suatu hari, saat sang istri mendapat tawaran bisnis untuk menjajakan sambal buatannya, ia harus memilih antara keinginan mengembangkan potensi atau suami yang menganggap bahwa sambal racikannya hanya boleh dinikmati suaminya seorang.

Candid berkisah tentang seorang fotografer dan modelnya yang secara diam-diam saling menyimpan rasa, namun tak tersampaikan. Hingga suatu saat mereka bertemu lagi, perasaan-perasaan itu terbongkar dan menyadarkan bahwa begitu banyak perbedaan prinsip dan pemikiran yang mereka miliki, baik mengenai hubungan hingga harga diri seorang perempuan.

Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa mengisahkan seorang laki-laki yang jatuh hati pada seorang perempuan. Meski mengetahui bahwa perempuan itu adalah korban pelecehan seksual, laki-laki itu menerima sang pujaan hati dengan lapang dada. Ia bahkan berusaha agar perempuan yang kemudian menjadi istrinya itu bisa merasa nyaman dan sembuh dari trauma masa lalunya.

Dari kisah-kisah dalam Sambal & Ranjang, kita akan menemukan banyak isu mengenai perempuan dan segala kerumitan hidup yang harus mereka jalani, baik dalam hidup bermasyarakat, keluarga, hingga rumah tangga. Ada saat di mana kita harus menjalani hidup dengan mengikuti aturan yang ada, berserah diri pada keadaan dan waktu. Namun ada pula saat di mana kita harus berusaha memperjuangkan hak yang kita miliki, termasuk kebahagiaan dan kewarasan diri sendiri. Hal ini sebagaimana pernyataan tokoh perempuan dalam kisah Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa,"Tidak ada yang bisa menolongku selain diriku sendiri.". 

Tentunya sambil memperjuangkan diri, kita harus tetap minta petunjuk terbaik dari Sang Pencipta. Banyak hal yang bisa kupetik dari kisah-kisah di Sambal & Ranjang ini, di antaranya bahwa perempuan juga makhluk hidup yang butuh dihargai dan didengarkan, dan di balik ganasnya dunia, masih ada orang-orang baik yang memahami hal tersebut.

Saturday, January 30, 2021

Review Buku: Kokokan Mencari Arumbawangi

 


Judul: Kokokan Mencari Arumbawangi

Pengarang: Cyntha Hariadi

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit: 2020


Saat kamu membaca dongeng, apakah kamu selalu membayangkan ending yang bahagia? pernahkah kamu membaca dongeng-dongeng ala Hans Christian Andersen atau Grimm Brothers yang kerap menyuguhkan aura sedih dan menyakitkan dalam kisah-kisahnya?

Kurang lebih seperti itulah kisah Kokokan Mencari Arumbawangi ini. Meski novel ini merupakan kisah dongeng dan dapat dibaca oleh anak-anak, seperti yang tertulis pada sampul depan dan kolom di bagian belakang bawah, namun cerita dalam buku ini penuh akan realita kehidupan yang menyakitkan.

Berkisah tentang kehidupan Nanamama dan kedua anaknya, Kakaputu dan Arumbawangi, novel ini memaparkan bagaimana masyarakat terdekat kita kadang justru dapat menjadi orang yang paling menjatuhkan kita. Kenapa orang-orang desa begitu membenci Nanamama dan keluarganya? Lantas, apa hubungan antara Arumbawangi dan burung Kokokan?

Bagaimana orang-orang melakukan diskriminasi terhadap orang lain yang tidak dianggap segolongan, atau melakukan fitnah tanpa didasari bukti yang benar-benar kuat pada sesama penduduk, diceritakan dengan apik dalam kisah ini. Buku ini juga menunjukkan bahwa rasa kekeluargaan tidak selalu ditumbuhkan karena hubungan darah semata, tapi juga karena rasa kemanusiaan dan kasih sayang yang masih dimiliki manusia.

Buku ini sangat cocok diberikan pada anak-anak yang ingin meningkatkan level bacaan, dijadikan teman bedtime story orangtua untuk si Kecil juga oke. Yang pasti, dari novel karya Cyntha Hariadi ini banyak realita kehidupan yang dapat dipelajari kita sebagai orang dewasa, dan dapat dijadikan bahan diskusi juga dengan anak-anak.Tidak perlu khawatir isinya akan terlalu menyedihkan untuk anak-anak, karena menurutku mengasah kepekaan anak sejak dini terhadap segala masalah kehidupan adalah hal yang penting.


Monday, November 9, 2020

Review Buku: Silsilah Duka

 



Judul: Silsilah Duka

Pengarang: Dwi Ratih Ramadhany

Tahun terbit: 2019

Jumlah halaman: 134 halaman

Penerbit: Basabasi

Silsilah Duka mengisahkan kesedihan beruntun yang harus dialami Farid dan keluarganya. Setelah Ramlah istrinya memilih mengakhiri hidup dengan cara mengenaskan, Farid berusaha menjalani hidup dengan dua anak perempuannya, Majang dan Mangsen. Bukan hal yang mudah memang, terlebih ingatan akan Ramlah masih terus menghantui Farid dan anak-anaknya. Kepergian Ramlah yang tragis, juga beban berat yang harus dipikul Ramlah selama menjadi istri dan ibu, membuat Farid menyesal tidak bisa lebih sering ada di dekat istrinya, sekalipun ia telah berusaha menjadi suami dan pendukung nomor wahid untuk istrinya itu. Apalagi sumber beban itu datang tak lain dari Juhairiyah, ibu kandung Farid sendiri. Juhairiyah yang merasa semua perkataannya adalah benar, yang kerap menghakimi segala yang Ramlah lakukan, yang kerap menyalahkan Ramlah atas hal-hal yang menurutnya tidak tepat, hingga membuat Ramlah merasa bahwa dirinya hanya akan membawa keburukan bagi anak-anaknya. Nyatanya, Juhairiyah tidak hanya menanamkan luka di hati Ramlah, tapi juga menyemai duka bagi Farid dan adiknya, Kholila. Juhairiyah memaksa anak-anaknya untuk mengikuti kehendaknya dengan dalih surga ada di telapak kaki ibu. Mampukah Farid dan Kholila memutus rantai duka yang membelit keluarga mereka? Bagaimana Majang dan Mangsen yang masih kecil menyikapi nenek mereka yang begitu dominan?

Sesuai dengan judulnya, Silsilah Duka membawa isu mengenai duka yang dibawa secara turun temurun dalam keluarga yang diakibatkan hubungan tidak sehat dalam keluarga tersebut. Dalam hal ini, sumber dari segala nestapa itu bermuara pada sosok perempuan yang merasa statusnya sebagai seorang ibu membuat segala perkataannya harus dituruti, tidak peduli bagaimana caranya, apakah hal itu akan menorehkan luka di hati anak dan menantunya atau tidak. Dari Silsilah Duka, kita belajar pula bahwa peran perempuan sebagai seorang istri dan ibu tidaklah mudah. Tuntutan masyarakat terhadap bagaimana perempuan harus berlaku, bagaimana peran seorang istri dan ibu harus dilakukan, hingga kapan dan dengan siapa perempuan harus menikah, memberi tekanan tersendiri bagi perempuan. Jika hal-hal itu terus terjadi, bukan tidak mungkin seorang istri dan ibu dapat mrngalami baby blues, juga depresi berkepanjangan.

Dengan kisah yang suram dan penuh nestapa, Silsilah Duka adalah sebuah novela yang menarik untuk dibaca. Kisah yang dibawakan memang tragis, bahkan cenderung menyakitkan. Namun rentetan duka nestapa yang sejak awal dimunculkan dalam cerita ini mampu membuat pembacanya semakin tidak sabar untuk menyelesaikan hingga akhir. Isu yang dibawakan dalam buku ini juga relatable dengan kehidupan zaman now, dibumbui dengan sentuhan nilai-nilai tradisional. Buku ini memaparkan bahwa adanya relasi kuasa dan stigma masyarakat masih begitu kuat mempengaruhi kehidupan seseorang. Jika perempuan hidup dalam lingkungan yang hanya menghakimi segala hal yang ia lakukan, tanpa memberinya dukungan, tentu hal ini akan makin meracunu pikiran perempuan tersebut. Karena itu, sangat penting bagi kita untuk tidak menjadi racun dalam hubungan dengan siapa pun, dan lebih berhati-hati dalam menjaga tutur kata. Jangan sampai apa yang kita ucapkan justru menjadi pemicu kesedihan bagi orang lain.

Thursday, October 22, 2020

Review Buku: Elegi Sendok Garpu



Judul: Elegi Sendok Garpu
Pengarang: Bagus Dwi Hananto
Tahun terbit: 2018
Tebal buku: 188 halaman

Apa yang terbersit di benakmu saat mendengar kalimat "sendok garpu"? Hal-hal yang identik dengan rasa lapar? Meja makan? Atau pelbagai hal dalam rumah tangga? Bagaimana jika kata "elegi" tersisip di depannya? Makna apa yang terkandung di balik judul tersebut?

Elegi Sendok Garpu menyoroti kehidupan kelam sebuah keluarga disfungsional. Karena kesalahan yang Maya Prawitasari lakukan di masa lalu, nenek itu dikucilkan oleh keluarga anak perempuannya. Bahkan cucu-cucunya, Benjamin, Hanan, dan Editia, membiarkan begitu saja neneknya dibawa ke panti jompo. Maya pun hidup dalam penyesalan dan kesendirian tanpa keluarga. Di satu sisi, Ben si sulung merasa hampa dalam kesendiriannya, membawanya pada candu terhadap miras dan wanita. Sementara Han, si tengah, terus meratapi adik bungsu mereka, Edit, yang pergi sambil membawa rahasia yang ia tutupi rapat-rapat. Mampukah Maya, Ben, dan Han mengatasi rasa sepi yang kian menganga dalam diri mereka? Akankah penyesalan yang ada pada diri setiap mereka menggerakkan mereka untuk saling menyapa, atau justru terpendam begitu saja dalam diri sendiri?

Sesuai judulnya, Elegi Sendok Garpu mengupas perihal rahasia dan permasalahan yang telah dipendam dalam keluarga sejak lama, tentang keinginan dan hawa nafsu yang menggelegak, juga penyesalan-penyesalan yang menghantui hidup. Perihal harta warisan dan kebahagiaan di masa lalu yang berbanding terbalik dengan keadaan masa kini juga turut mewarnai kisah dalam buku ini. Betapa tragis ketika keluarga mengalami perpecahan yang bermula dari harta. Permulaan cerita yang lambat mungkin akan membuat sebagian orang merasa bosan, tapi intensitas baru akan terasa di pertengahan buku ini. Alur maju mundur dalam buku ini sepertinya telah menjadi ciri khas kepenulisan Bagus Dwi Hananto, seperti halnya buku terdahulunya yang berjudul Napas Mayat.

Meski mungkin tidak semua orang menyukai gaya penceritaannya, Elegi Sendok Garpu menyiratkan isu mengenai pentingnya keterbukaan dan komunikasi dalam keluarga, juga pentingnya menjalani hidup dengan ikhlas, bagaimana pun keadaannya. Jangan sampai dendam dan hasrat duniawi menimbulkan penyesalan bagi kita di kemudian hari.

Monday, October 5, 2020

Review Buku: Hei, Alga!



Judul: Hei, Alga!
Pemgarang: Cikie Wahab
Penerbit: Shira Media
Tahun terbit: 2020
Tebal buku: 108 halaman

Apa masalah terbesar yang mungkin untuk dihadapi seorang anak 12 tahun? Ulangan matematika yang sulit? Orangtua yang marah ketika kita bermain sepanjang hari? Atau guru yang memarahi saat kita lupa mengerjakan tugas? Bagaimana jika kita yang masih anak-anak harus memikul masalah berat yang datang bertubi-tubi dalam hidup?

Alga adalah anak laki-laki biasa. Yang membuatnya berbeda dari anak di sekitarnya adalah ia tidak tinggal dengan orangtuanya yang telah lama berpisah. Alga hanya tahu bahwa sejak ia kecil, ibunya menjadi tenaga kerja di luar negeri, sementara ayahnya yang bekerja di luar kota hanya bisa menjenguk Alga sebulan sekali. Hal itu membuat Alga harus tinggal bersama bibi dan sepupunya. Meski Alga masih tinggal dengan sanak saudaranya sendiri, ia tetap merasa tidak nyaman karena sepupunya kerap mengganggunya, sementara sang bibi kerap mengambil uang Alga demi kepentingan anaknya. Hal ini membuat Alga lebih nyaman ketika sedang bekerja menjaga kambing di rumah Pak Zul, tetangganya. Alga hanya memiliki seorang sahabat perempuan bernama Maria. Di sisi lain, Alga masih terus mengharap ibunya yang nun jauh di sana membalas suratnya setelah sekian lama tak ada kabar. Akankah Alga mendapatkan balasan surat dari ibunya? Dan ketika satu-satunya sahabat yang ia miliki membuatnya dimusuhi orang satu sekolah, apa yang Alga lakukan?

Hei, Alga! adalah sebuah sastra anak karya Cikie Wahab. Buku ini menjadi pemenang harapan dalam Sayembara Cerita Anak Dewan Kesenian Jakarta 2019. Sebagai penyuka cerita anak, tentu aku penasaran dengan buku ini. Dan pilihanku rupanya tidak salah. Cerita Hei, Alga! sebenarmya sederhana, namun cukup meninggalkan rasa pedih. Meski memang ada kesan terburu-buru dalam penceritaannya, namun aku merasa terbawa dengan kisah Alga yang sarat kesengsaraan. Seakan seluruh hidup Alga digelayuti oleh awan kelabu.


Seperti sastra anak kebanyakan, tokoh Alga dalam novel ini harus menghadapi masalah dari lingkungan sekitarnya. Dari masalah-masalah itulah tokoh Alga tampak mengalami pendewasaan karakter. Ia banyak belajar mengenai keikhlasan, pentingnya memaafkan, dan bahwa bagaimana pun juga, ikatan keluarga tetap harus dijaga. Alga juga belajar untuk merelakan, bahwa dalam hidup tidak setiap hal yang dia inginkan akan menjadi kenyataan. Tentu hal-hal itu menjadi pembelajaran hidup yang tidak mudah bagi anak 12 tahun. Jika kamu senang membaca cerita anak yang memuat banyak nilai kehidupan, buku ini patut untuk dilirik.


Thursday, September 24, 2020

Review Buku: 86

 


Judul: 86

Pengarang: Okky Madasari

Tahun terbit: 2011

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama


Sebagai seorang pegawai rendahan, apa yang akan kamu lakukan ketika atasanmu memerintahkan untuk menjalankan suatu pekerjaan yang akan menghasilkan pundi uang yang sangat banyak? Akankah kamu berpikir dua kali untuk megerjakannya? Atau kamu akan langsung mengiyakan, sekalipun kamu tahu ada risiko yang harus ditanggung di belakang nanti?

Novel 86 berkisah tentang Arimbi, seorang perempuan lugu yang merantau ke Jakarta. Dibesarkan oleh keluarga yang sederhana di desa, Arimbi yang meraih gelar sarjana dan menjadi PNS di pengadilan merupakan kebanggaan bagi bapak ibunya. Nyatanya, di pengadilan Arimbi hanyalah seorang juru ketik dengan penghasilan pas-pasan. Hidupnya di Ibukota masih sangat jauh dari kesan berkecukupan. Namun begitu Arimbi harus berusaha memutar uangnya agar bisa mencukupi kebutuhan hidupanya, sekaligus memenuhi harapan orangtuanya di desa. Sampai suatu ketika atasan Arimbi memerintahkannya untuk menjalankan tugas yang Arimbi ketahui penuh risiko dan berbahaya, namun dapat memberikan kehidupan yang jauh lebih layak baginya. Bagaimana nasib Arimbi selanjutnya? Akankah dia tetap mengikuti permainan yang telah banyak dilakukan orang-orang, sekalipun hal itu menyalahi aturan dan membahayakan dirinya?

Novel 86 memaparkan potret kehidupan yang keras dan bagaimana sebagian masyarakat menggunakan segala cara guna mendapatkan taraf hidup yang lebih baik. Novel ini juga menyajikan paparan realita kehidupan di sekitar kita, bahwa mereka yang memiliki kuasa dan harta acap kali lebih dimudahkan untuk mendapat akses dalam segala hal. Uang seakan punya andil dalam segala hal, membuat orang kadang lupa diri dalam memburu harta. Novel 86 juga menunjukkan bahwa kadang apa yang sudah jamak dilakoni orang-orang belum tentu merupakan suatu hal yang benar, sehingga kita sebagai manusia harus tetap berpikir jernih sebelum melakukan sesuatu.

Okky Madasari memang kerap mengangkat fenomena-fenomena sosial dalam setiap karyanya, dan dalam novelnya kali ini ia mengupas permasalahan korupsi yang ada di Indonesia. Bahwa korupsi dan suap tidak hanya dapat dilakukan oleh para pejabat yang bergelimang harta, namun juga dapat dijumpai dalam hal-hal sederhana di sekeliling kita. Tidak hanya seputar korupsi, kita juga dapat menemukan beberapa fenomena sosial lain dalam novel ini. Penasaran? Baca saja buku ini! :)

Thursday, September 17, 2020

Review Buku: Lusifer! Lusifer!


Judul: Lusifer! Lusifer!

Pengarang: Venerdi Handoyo

Penerbit: POST Press

Tahun terbit: 2019


Ketika seseorang yang dianggap "berbeda dari orang normal kebanyakan" mengalami keanehan dan memiliki keluhan, apa yang sesungguhnya terjadi padanya? Benarkah dirinya dirasuki roh jahat? Atau sesungguhnya, ia memang membutuhkan seseorang yang bisa memahami jiwanya?

Kisah dalam Lusifer! Lusifer! dituturkan melalui kacamata tokoh Markus Yonatan. Dikisahkan bahwa pada mulanya Markus Yonatan menjalani kehidupan yang biasa saja bersama orangtua dan kakak laki-lakinya. Suatu peristiwa membuat  kehidupan keluarga mereka yang semula cenderung disfungsional, bahkan terkesan jauh dari agama, menjadi lebih hangat dan religius. Mereka pun mulai mengikuti persekutuan doa di suatu gereja, bahkan menjadi pengurus di sana. Hal inilah yang membawa Markus Yonatan mengenal Singa Yehuda (yang akrab disapa SY) dan adiknya, Mawarsaron. SY dan Mawarsaron merupakan anak-anak petinggi di gereja tempat keluarga Markus Yonatan beribadah. Sebagai orang penting di gereja, orangtua SY dan Mawarsaron selalu ingin putra-putrinya menjadi anak yang baik dan taat pada Tuhan. Mereka selalu mengatakan bahwa Mawarsaron malas berdoa dan menganggap perilakunya yang kerap menonton film Hollywood, membaca majalah remaja, dan mendengar lagu beberapa boyband terkenal, dapat merusak pemikiran mereka dan menjauhkan diri dari Tuhan. Sampai suatu ketika jemaat gereja dikejutkan oleh suatu kabar: Mawarsaron hamil di luar nikah! Yang lebih mengejutkan lagi, Mawarsaron berteriak-teriak bagai kesetanan, menyatakan bahwa anak yang dikandungnya itu adalah anak Iblis. Para pengurus gereja pun meyakini bahwa Lusifer, Sang Raja Iblis, tengah bersarang di tubuh Mawarsaron. Diadakanlah pengusiran roh guna mengenyahkan Lusifer dari tubuh gadis itu. Tapi benarkah Mawarsaron tengah dirasuki Lusifer? Dapatkah Markus Yonatan mencari tahu kebenarannya?

Lusifer! Lusifer! memaparkan kritik sosial terhadap labelling "lemah iman" dan "kurang berdoa" yang biasa dialamatkan masyarakat terhadap orang-orang yang dinilai bermasalah. Meski dibalut oleh nilai-nilai keagamaan, buku ini sama sekali tidak terkesan mendoktrin atau menggurui. Isu yang digunakan pun sangat dekat dengan masyarakat saat ini, tentang bagaimana terkadang masalah manusia tidak hanya membutuhkan penyelesaian melalui komunikasi atau hubungan dengan Tuhan, tapi juga dengan komunikasi yang baik dengan sesama. Terkadang manusia hanya ingin didengarkan dan dihargai, bukannya dinilai dan dihakimi. Semakin kita menghakimi seseorang, justru bisa jadi kondisi orang itu malah makin memburuk.

Lusifer! Lusifer! menawarkan cerita yang segar dengan isu menarik. Kisah ini menyentil kondisi sosial masyarakat zaman now yang kerap menghakimi orang lain tanpa tahu kondisi sebenarnya atau menggunakan nama agama sebagai pembenaran dalam melakukan segala sesuatu. Buku ini tidak terlalu tebal dan bahasanya mudah dipahami, membuatnya bisa dijadikan alternatif bagi yang sedang mencari novel dengan kisah tak biasa.

Monday, July 13, 2020

Review Buku: Na Willa



Judul buku: Na Willa
Pengarang: Reda Gaudiamo
Ilustrator: Cecilia Hidayat
Tahun terbit: 2018
Tebal buku:119 halaman
Penerbit: Post Press

Ketika seorang anak kecil menceritakan pengalamannya dengan semangat, apa reaksi yang kita berikan? Mendengarkan dengan saksama? Atau justru terkesima dengan kepolosan dan tingkah lucunya?

Bagai menyimak celotehan khas anak-anak, buku Na Willa diceritakan dari sudut pandang si tokoh utama sendiri. Na Willa adalah seorang gadis kecil berkepang dua yang tinggal di sebuah gang di Surabaya. Dalam kesehariannya, Na Willa tinggal bersama Mak, sementara Pak yang bekerja sebagai pelaut baru dapat pulang setelah beberapa waktu lamanya berlayar. Pernah suatu kali Pak berlayar begitu lama dan ketika pulang ke rumah, si kecil Na Willa seakan tidak mengenali ayahnya. Sejak itu, Pak selalu berusaha untuk tidak terlalu lama dalam berlayar. Na Willa juga bercerita kesehariannya dengan teman sepermainannya: Farida, Dul, dan Bud. Bersama mereka,Na Willa kerap menghabiskan waktu bermain keleremg, layang-layang, hingga mengejar kereta api. Sampai suatu ketika Na willa harus berhenti mengejar kereta api karena suatu kejadian.

Na Willa yang kritis juga menjalani hari-harinya dengan berbagai keingintahuan: bagaimana radio kecil kesayangan Mak bisa mengeluarkan suara para penyiar? Mengapa ada pengantin yang menangis satu hari sebelum pernikahannya? Sebagaimana anak kecil pada umumnya, Na Willa juga sempat diledek oleh tetangganya, hal yang membuat Na Willa naik pitam. Dari Mak, Na Willa belajar untuk tidak serta merta membalas perlakuan orang yang menyakiti hatinya, terutama jika orang itu lebih lemah darinya. Mak pula yang mengenalkan Na Willa pada buku-buku bacaan, membuat Na Willa sudah menyukai baca tulis bahkan sebelum ia masuk TK. Dari Mak, Na Willa mengenal lagu-lagu yang kerap diputar di radio, termasuk lagu Lilis Suryani yang Mak sukai.

Na Willa dapat dikatakan sebagai sebuah buku yang dapat dibaca segala usia, dari anak-anak hingga orang dewasa. Meski dikisahkan dari kacamata anak-anak, Na Willa tetap mengangkat isu-isu yang akrab dengan keseharian kita: hubungan dengan keluarga, toleransi terhadap sesama, bagaimana bersosialisasi dengan sekitar, pendidikan terhadap anak, hingga tanggung jawab terhadap apa yang telah kita lakukan. Semua dituturkan secara sederhana melalui sudut pandang Na Willa, namun tetap memberikan kesan tersendiri bagi pembaca. Membaca Na Willa bagai mengajak pembaca untuk melakukan nostalgia masa kecil. Ada beberapa bagian yang terasa familiar bagi saya, seperti ketika Na Willa kerap dibacakan dongeng sebelum tidur, begitu semangat membaca berbagaib tulisan ketika ia sudah bisa membaca, dan Na Willa dapat menyanyikan setiap lagu yang ibunya dengarkan dari radio. Na Willa, dengan segala kelucuan dan kehangatannya, menyiratkan bahwa dunia anak yang tampak sederhana dan mudah juga dapat menjadi suatu hal yang pelik bagi anak-anak sendiri. Karena itu sedari dini mereka harus belajar mengenai berbagai hal yang ada di sekitarnya, agar kelak anak-anak dapat mengambil keputusan untuk setiap hal yang mereka alami.

Skor: 4/5                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           

Saturday, June 27, 2020

Review Buku: Esperanza Rising



Judul buku: Esperanza Rising
Pengarang: Pam Muñoz Ryan
Tahun terbit: 2000
Penerbit: Scholastic
Tebal buku: 262 halaman

Bagaimana rasanya jika orang terkasih yang selalu ada untuk kita tiba-tiba pergi meninggalkan kita? Siapkah kita jika kebahagiaan dan kenyamanan yang biasa kita rasakan harus hilang begitu saja?

Esperanza Rising mengisahkan kehidupan Esperanza Ortega, seorang anak gadis dari keluarga kaya raya di El Rancho de las Rosas, Meksiko. Menjadi anak tunggal dari keluarga terpandang dan dikelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya membuat hidup serasa begitu mudah dan menyenangkan bagi Esperanza. Tragedi dimulai ketika ayahnya meninggal tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ketiga belas. Para pamannya berusaha menguasai harta mendiang ayahnya, membuat Esperanza harus melarikan diri ke California bersama ibu dan para pelayannya. Di sana Esperanza harus beradaptasi dengan lingkungan baru: tinggal di kamp khusus pekerja, meninggalkan kehidupan lamanya yang glamor, juga belajar mengerjakan segala sesuatunya sendiri. Esperanza harus berhadapan dengan orang yang tidak menyukainya tanpa sebab dan ketika ibunya sakit, Esperanza harus berjuang untuk mendapatkan uang agar ibunya bisa mendapat perawatan yang layak.

Buku ini adalah salah satu buku sastra anak-anak yang kusukai. Tidak hanya memiliki jalan cerita yang menyentuh, kisah ini juga mengandung banyak pesan moral. Salah satunya agar kita tidak mudah menyerah kala menghadapi kesulitan dan jika kita berusaha keras, kita akan menemukan jalan dari masalah yang kita dapatkan. Tokoh Esperanza dalam novel ini juga mengalami pendewasaan yang menunjukkan bahwa kita harus bisa menyesuaikan diri dengan keadaan yang kita hadapi, menjalani hiduo dengan keberanian, keyakinan, dan ketulusan agar bisa mencapai harapan kita. Kita memang tidak selalu akan mendapat apa yang kita inginkan, tapi hidup harus tetap kita jalani.

Buku ini memiliki kesan tersendiri untukku, karena aku menemukannya di American Corner Kampus B Unair saat sedang mencari topik untuk obyek skripsi. Saat membaca buku ini, aku tersentuh dengan ceritanya dan merasa bahwa topiknya sangat menarik: tentang seorang gadis yang berjuang untuk menjadikan hidupnya berarti bagi orang-orang sekitarnya sekalipun ia sedang mengalami kesulitan. Akhirnya novel inilah yang kugunakan sebagai obyek skripsi dan mengantarkan kelulusanku. 

Aquel que hou se cae, se levantará mañana
(He who falls today may rise tomorrow)

Thursday, June 18, 2020

Review Buku: Pak Supi: Kakek Pengungsi


Judul Buku: Pak Supi: Kakek Pengungsi
Pengarang: S. Rukiah Kertapati
Jumlah halaman: 98
Penerbit: Ultimus

Apa jadinya jika anak-anak sejak dini tumbuh di tengah lingkungan yang kerap memberi contoh buruk seperti memfitnah atau menggunjing orang tanpa memgetahui kebenarannya? Tentu sebagai peniru ulung, anak akan menganggap apa yang dilihat di sekitarnya adalah hal wajar yang patut ditiru, tanpa menyadari bahwa hal itu sebenarnya bukan sesuatu yang benar untuk dilakukan. Seperti itulah gambaran lingkungan tempat tinggal Abas di buku cerita anak Pak Supi: Kakek Pengungsi.

Buku ini mengisahkan tentang Pak Supi, seorang tua pendatang baru di Kampung Sukarapih. Sejak kepindahannya, Pak Supi dikenal sebagai seseorang yang pendiam dan selalu tampak murung. Ia tidak pernah bicara dengan siapa pun di kampung itu. Berbagai macam gunjingan diarahkan warga padanya, bahkan Pak Supi disebut-sebut sebagai ahli tenung. Makin ngeri lah warga untuk mendekatinya, terutama anak-anak. Hingga suatu hari seorang anak bernama Abas bersama dua temannya mengintip ke dalam gubuk kecil Pak Supi. Betapa terkejut mereka mendapati Pak Supi yang selalu muram itu sedang tersenyum bahagia sambil menimang sebuah boneka kayu. Apa yang sebenarnya terjadi pada Pak Supi? Dari mana ia berasal? Benarkah ia dalang dari sebuah kebakaran dan pencurian yang terjadi di rumah salah satu warga? Apa yang Abas lakukan ketika ia mengetahui kebenaran tentang Pak Supi?

Ada perasaan campur aduk ketika membaca buku cerita ini. Rasanya ikut sebal membaca tentang warga kampung yang menggunjing serta menuduh Pak Supi yang bukan-bukan, sampai berpikir,"Kok bisa sih mereka setega itu sama orang tua yang hidup sebatang kara?". Namun di satu sisi, buku ini juga sarat akan pesan moral. Bahwa kita tidak boleh menilai orang tanpa benar-benar mengenalnya, bahwa keadilan dan kejujuram harus ditegakkan sesulit apa pun itu. Cerita ini juga mengajarkan bahwa kebohongan tidak akan bisa membuat kita merasa tenang. Buku ini juga memberi pelajaran bagi orang dewasa bahwa kita harus memberi contoh yang baik pada anak-anak dan belajar menghargai sesama.

Menemukan buku Pak Supi: Kakek Pengungsi ini bagai menemukan harta terpendam bagiku. Buku ini terbit pertama kali pada 1961 dan diterbitkan ukang oleh Ultimus di 2018, sehingga gaya ceritanya sangat khas buku-buku anak di zaman lawas. Walau begitu, buku inj masih sangat layak dinikmati di era modern ini. Buku ini hampir tidak pernah kutemui di toko buku kebanyakan, hingga suatu hari aku mampir ke online shop Pataba Store dan menemukan beberapa buku cerita anak yang cukup langka, salah satunya adalah buku ini. Buku anak-anak memang memiliki cerita yang sederhana, namun kita yang bukan anak-anak pun masih pantas membacanya, karena banyak pesan berharga yang bisa kita dapat di sana.

4/5

Sunday, June 14, 2020

Review Buku: Mata Paling Biru



Judul: Mata Paling Biru
Pengarang: Toni Morrison
Tahun terbit: 2019
Penerbit: Basa Basi
Jumlah halaman: 284

Rasisme tampaknya masih menjadi salah satu permasalahan yang belum tuntas di dunia ini. Tidak hanya di Amerika, negara yang baru-baru ini dihebohkan karena kasus rasisme yang dilakukan salah seorang aparat hukum hingga menewaskan seorang pria kulit hitam, rasisme pun masih terjadi di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Karena itu, rasanya pas sekali jika kali ini aku mengulas novel Mata Paling Biru karya Toni Morrison ini.

Sebenarnya aku sudah lama sekali mendengar tentang Mata Paling Biru. Pertama kali aku mengetahui novel ini dari sebuah kuliah tamu yang dibawakan oleh seorang dosen tamu berkulit hitam. Di sela materi yang ia sampaikan, ia menyebut nama Toni Morrison sebagai salah satu pengarang wanita kulit hitan yang karya-karyanya kerap menyuarakan isu-isu rasisme dan keperempuanan. Dosen itu juga menyebut judul The Bluest Eye dan menceritakan sedikit tentangnya. Saat itu juga aku jadi tertarik pada novel ini, namun belum juga kesampaian membeli versi aslinya yang berbahasa Inggris. Ketika tahun 2019 aku mendengar kabar bahwa buku ini akan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, aku langsung excited! Dan akhirnya beberapa bulan lalu, aku berhasil membeli Mata Paling Biru.

Mata Paling Biru bercerita tentang Pecola, seorang gadis kecil berkulit hitam yang kerap mengalami diskriminasi tidak hanya oleh orang-orang kulit putih, tetapi juga oleh orang-orang kulit berwarna di sekitarnya. Bahkan keluarga Pecola sendiri memperlakukannya dengan tidak baik. Pecola melihat bahwa perlakuan orang-orang kepadanya sangat berbeda dengan perlakuan terhadap anak-anak perempuan berkulit putih, berambut pirang, dan bermata biru. Hal itu menanamkan satu hal pada Pecola: bahwa jika ia memiliki mata biru, ia akan menjadi gadis cantik dan semua penderitaannya akan sirna. Sejak itu Pecola berkeinginan untuk memiliki mata biru, mata yang paling biru dibanding yang lainnya.

Melalui cerita ini, kita seakan dihadapkan pada realita rasisme yang masih terus berkembang: perlakuan tidak mengenakkan yang harus diterima masyarakat berkulit hitam, adanya inferioritas terhadap masyarakat berkulit putih, hingga adanya pemikiran bahwa masyarakat berkulit putih selalu lebih baik, memunculkan keinginan untuk menjadi seperti mereka. Sadar atau tidak, hal-hal tersebut masih ada di sekitar kita, meski dikemas dalam bentuk yang berbeda. Tampaknya hingga kini rasisme masih menjadi masalah yang belum terpecahkan sepenuhnya.

Morrison sendiri berhasil menyuguhkan kisah rasisme yang dialami seorang gadis kecil dua belas tahun dengan apik. Alur kisah dalam buku ini memang cenderung lambat, namun mampu menghadirkan perasaan menyesakkan. Tidak hanya Pecola, kita juga akan dihadapkan dengan kisah beberapa orang yang ada di sekitar Pecola, yang melatarbelakangi perilaku mereka terhadap Pecola. Satu hal yang cukup disayangkan dari buku ini adalah bahasa terjemahan yang digunakan. Beberapa kalimat terasa diterjemahkan secara word-to-word, sehingga makna yang didapat sedikit berbeda dan kurang 'nendang'. Apa pun itu, Mata Paling Biru seakan mengingatkan kita bahwa rasisme masih terus merajalela dan harus dihentikan.

Skor: 3/5

Sunday, June 7, 2020

Review Buku: Hijrah Jangan Jauh-jauh, Nanti Nyasar



Judul: Hijrah Jangan Jauh-jauh, Nanti Nyasar!
Penulis: Kalis Mardiasih
Tahun terbit: 2019
Penerbit: Mojok
Tebak buku: 208 halaman

Jangan salah kaprah ketika membaca judul buku ini. Bukan, buku ini bukan bermaksud melarang kita untuk melakukan hijrah secara mendalam atau totalitas. Buku ini merupakan sekumpulan esai yang ditulis Kalis Mardiasih mengenai fenomena-fenomena sosial yang membahas mengenai Islam dan hijrah. Esai-esai tersebut ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap bernas.

Hijrah sendiri secara harfiah memiliki arti berpindah menuju kehidupan yang lebih baik. Hal ini dapat terjadi dalam segala segi kehidupan, termasuk dalam hal agama. Tak dipungkiri, kata hijrah begitu lekat dengan isu agama. Ketika seorang public figure tampak lebih relijius atau baru saja mengenakan jilbab, maka dia akan disebut 'sudah hijrah'. Memang, hal itu tidak salah. Namun, bagaimana jadinya jika beberapa orang yang merasa lebih paham akan agama atau isu-isu tertentu melakukan penilaian sepihak terhadap orang sekitarnya yang memiliki nilai berbeda dengan dirinya? Apakah jika kita tidak setuju dengan suatu hal lalu kita dibenarkan untuk berkoar-koar di media sosial bahwa hal itu salah dan kita benar, tanpa lebih dulu menyelami isi dari hal tersebut? Lalu jika kita memaksakan orang lain untuk menerima nilai yang kita anut, melakukan penggiringan opini begitu saja, apakan itu dapat dibenarkan?

Buku ini memaparkan bahwa tidak masalah jika kita hendak mempelajari agama secara lebih dalam atau menganut nilai-nilai tertentu yang berbeda dari orang lain. Namun, bukan berarti itu dapat membuat kita merasa lebih benar dan melakukan judgement terhadap orang lain yang berbeda pandangan dengan kita. Mungkin niat kita baik, hendak mengajak orang lain dalam kebaikan. Namun ingat pula bahwa setiap orang memiliki proses belajar yang berbeda dalam hidup, sehingga pandangan hidup yang dimiliki akan berbeda pula. Tidak ada salahnya bukan jika kita menghargai apa pun pandangan yang orang lain miliki, sekalipun itu berbeda dengan nilai yang kita anut? Jangan lupa bahwa kita hidup dalam masyarakat yang menganut keberagaman, sehingga kita pun harus bisa tetap bertoleransi dan membuka diri terhadap setiap hal yang ada di sekitar kita.

Skor: 4/5

Tuesday, July 27, 2010

Good Stuffs For My Holiday

Bicara soal manusia yang tidak pernah puas, kalau boleh jujur saya sendiri merasa KURANG PUAS dengan liburan-saya-yang-teramat-panjang. Repot memang, waktu zaman masih sekolah pingin rasanya ngerasain libur panjang.. Dapat jatah libur satu hari saja udah sujud syukur. Eh, giliran dapat libur super-duper-panjang malah bosan. Mau jalan- jalan sama teman-teman, kalau tiap hari rasanya nggak mungkin juga. Buat saya itu sama aja dengan bunuh diri ketika liburan, mengingat waktu liburan saya nggak dapet uang bulanan seperti halnya waktu sekolah, jadi sebisa mungkin saya harus menghemat uang saya. Tapi kalau di rumah nganggur terus juga bosen. Untungnya di rumah pun masih banyak hal yang bisa saya lakukan untuk mengisi waktu luang :D

Photobucket

Thank's to Putri who lent me her COOL books. What a GREAT books!! I love both of them :D

Photobucket

A BIG BIG hug to my Minnie lappie, my external hard disk (whooaa.. I can save many movies and videos there), and my DVDs which always boosting my mood and entertain me

Photobucket


Photobucket


Photobucket


Yup, I did a little food experiments along holiday. I did it with my friends. Sometimes cooking can boost your mood up. Eventhough it just a simple food, if we cooked happily, we'll get delicious foods (ehm..yang ini tak selalu berlaku sih -____-). Moreover it will be nice if we eat it with our friends :)

By the way, there was a little dialogue which remembering me with cooking moment with my friends.
James: You know the thing about good food? It brings folks together from all walks of life. It warms them right up and it puts little smiles on their faces. And when I open up my own restaurant, I tell you, people are gonna line up for miles around, just to get a taste of my food.
Young Tiana: *Our* food!
James: [chuckles] That's right, baby. Our food.
(Tiana & Her Dad - The Princess & The Frog)

Thursday, July 15, 2010

Say It! Before It’s Too Late!



A few days ago I’ve got this video from my friend. This video told about two person who unintentionally lived at the same apartment. As the time goes by, they fell in love each other, but because of misunderstanding their relationship become awkward. But it’s ending happily, they realized that they still loved each other and fixed their relationship.

I’ve watched this video, and it was remembering me with Salad Days.

Photobucket


There’s a story at this comic which has similarity with Gummy’s video above. It’s told about Kamiyama Yuuki and Kawamura Futaba who lived at the same apartment too. They loved each other, but because of misunderstanding too, they broke up.

Photobucket


They realize that they still loved each other, but they thought it’s too late to apologize and reneged their feeling.

Photobucket


Both of those are love story, but why they have different end? The answer’s so simple : HONESTY. Honesty is important, not just in a relationship, but also in daily life, eventhough it’s just a little things, we have to do it honestly. No matter what the truth is, even if that’s a good or ugly truth. It will be better if you tell what you feel now, or you will regret with your decision. Remember, you can’t rewind your life like you rewind a tape recorder. So if you still have a chance to tell the truth, say it! Don’t be afraid with people reaction with your confession, because a lie just comes back and beats you down eventually and you’ll lose credibility. Say what you feel now, before it’s too late.

P.S.
Thank’s to Putri who give me Gummy’s video. What a sweet video, and this video inspired me to write this post :)

Monday, June 28, 2010

I Just Know That.. I Love You

Last night I tidied up my bookshelf, and suddenly I took some comics from it. I started to reread that comics again.

Then I read my old comic titled “Continous Dream”.

Photobucket

When I read it, I found some poems there. I thought that poems were great. The poems were written by the mangaka, Chie Ito. It’s talk about love. But I thought even the main topic is love, the poems were sweet. Maybe you have ever felt it. Maybe it have ever happened with me too. How’s your feeling if you really love somebody, but you couldn’t confess it with the person you love? I’ll share one of Chie Ito’s poem with you

Kalau diperbolehkan menyukaimu..

Aku ingin terus dan terus ada di sini..

Kalau tidak cukup dengan cinta,

Hati ini sedikit demi sedikit akan terbiasa dengan kepedihan..

Yang pasti bagian yang dipandang dan terpandang

Membuat hati menjadi hangat..


I thought that was so sweet. I felt so touchy at the first time I read it.. Hmm.. have you ever felt the same with the poem above? I think it have ever happened with me..hahaaaaaa.. ;p

Saturday, June 19, 2010

I Adore These!!

Hello again! Not as usual,I’ll use bahasa Indonesia in half of my post. Why? Because this time I’ll post about some of my favorite books. I’ve told you that I love reading,and of course,I love books! And I wanna share (or promote?) some of my favorite books with all of you. Some of them are literature books, and the other one is fiction book. All of them have their own moral value that inspire me. Enjoy these,guys! :)
Photobucket

1.Kumpulan Budak Setan - Eka Kurniawan, Intan Paramaditha, dan Ugoran Prasad



Buku ini adalah salah satu buku sastra favorit saya. Topik yang diangkat begitu unik, tutur bahasa yang tajam namun memukau, dan tiap cerita dalam buku ini memiliki makna implisit,namun masih dapat dicerna akal sehat.

Buku kompilasi cerita horor Eka Kurniawan, Intan Paramaditha, dan Ugoran Prasad ini adalah proyek membaca ulang karya-karya Abdullah Harahap, penulis horor populer yang produktif di era 1970-1980an. Kala itu Abdullah Harahap sangat terkenal dengan gaya kepengarangannya,yang selalu mengolah tema berbau balas dendam,pembunuhan,manusia jadi-jadian,dsb.

Dalam Kumpulan Budak Setan,horor tak melulu dikaitkan dengan setan,ilmu gaib dan sejenisnya. Kadang horror yang dimaksud adalah pengendalian nafsu dalam diri kita sendiri,kemampuan berpikir dengan akal sehat, kehidupan panggung politik,bahkan hubungan sosial dengan masyarakat yang sepintas tak membahayakan.

2. Garis Perempuan – Sanie B. Kuncoro



Masih dari genre sastra, Garis Perempuan adalah salah satu novel yang mengangkat topik tentang perempuan.

Buku ini tak hanya bercerita tentang persahabatan Ranting, Gending, Tawangsri dan Zhang Mey,namun juga kearah mana takdir membawa mereka sebagai wanita dewasa,dan bagaimana mereka memperjuangkan masa depan, bertahan dengan pilihan mereka sementara tradisi,perekonomian dan ras menjadi penghalang keinginan mereka. Acungan dua jempol untuk Sanie B. Kuncoro yang telah mengemas bahasa buku ini dengan sangat apik dan detail.

Ada beberapa kalimat bijak yang saya sukai dalam buku ini:
-Ada tiga tipe perempuan; Ratu, Dewi dan Prajurit. Ratu haruslah cerdas karena dia adalah pemimpin yang mengarahkan rakyatnya mencapai kesejahteraan. Dewi senantiasa cantik, yang dengan itu menciptakan keindahan dan kebahagiaan bagi para pemujanya. Prajurit adalah seorang yang kuat dan setia, dan dengan kekuatan melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan dan mempertaruhkan dirinya atas nama kesetiaan.

-Takdir itu menyimpan misteri, tak bisa kita tolak garisnya. Barangkali yang harus dilakukan adalah bertahan karena bisa jadi garis itu akan membawa kita pada sesuatu hal yang tak terduga.

-Setiap orang akan menjadi bagian senja itu dan menyimpan keping senjanya sendiri, entah untuk disimpan atau diletakkan di mana pun.

3. Malaikat Jatuh – Clara Ng



Dalam buku kumpulan cerpen ini Clara Ng menyajikan sepuluh cerita. Mengisahkan tentang perempuan, realita hidup dan kematian. Cerita “Malaikat Jatuh” sendiri berkisah tentang Beppu, manusia bersayap cacat, dan Manna, wanita yang hidup abadi karena memakan jantung manusia bersayap. Takdir mempertemukan mereka dengan penuh kekejaman. Beppu dan Manna berjuang mempertahankan kewarasan, kesucian, dan di atas semuanya, cinta.

Dalam buku ini Clara Ng melukiskan kematian sebagai suatu hal yang wajar, dan yang terpenting selagi nyawa masih melekat dalam tubuh, banyak kebaikan yang masih menunggu sentuhan-sentuhan kita.

4. The Five People You Meet In Heaven – Mitch Albom




Apa itu surga? Apa itu neraka? Bagaimana rupa surga?
Mungkin kita sering bertanya-tanya dalam hati, jika orang meninggal akankah masuk surga atau neraka?
Di buku karangan Mitch Albom ini, surga merupakan suatu ruang kosong yang dapat berubah rupa seperti apa yang kita pikirkan dan 'ingin lihat'.
Suatu kisah yang sangat unik, menceritakan kisah Eddie yang dimulai justru setelah ia meninggal secara tragis di taman hiburan Ruby Pier tempat dia bekerja seumur hidupnya, Eddie tewas demi menyelamatkan nyawa seorang bocah perempuan yang nyaris tertimpa sebuah gerbong permainan yang jatuh.
Ketika sampai di Surga, Eddie akan bertemu dengan 5 orang yang telah berpengaruh besar dalam hidupnya. Pelajaran demi pelajaran harus Eddie lalui, seorang demi seorang yang lain memberikan penglihatan keadaan yang berbeda-beda sejak kanak-kanak hingga mencapai usia senjanya sesuai dengan hubungan peristiwa dengan orang yang bersangkutan. Semua pelajaran itu adalah surga, surga adalah penglihatan mengenai hidup kita dan 'jawaban' yang benar harus kita berikan untuk bisa bertemu orang selanjutnya.
Cerita yang sangat indah, sebelumnya kita pasti tidak akan pernah berpikir betapa suatu peristiwa kecil dan tidak berarti dalam hidup kita dapat berdampak sangat besar bagi kehidupan orang lain. Tetapi seperti disebutkan oleh bahwa roda kehidupan harus terus berjalan, suatu kehidupan yang hilang akan selalu digantikan oleh kehidupan baru yang lain. Pada saat pelajaran melupakan, inilah bagian terbaik dari buku ini!

Well, that were a little review bout my favorite books. Actually I wanna review more books, but my hands getting tired, so does my eyes..hehee.. I recommend those books to you. Many things we can get from those books. Eventhough each book have their own topic, but there’s one same thing that we can learn from all of that books. We have to respect our life and do something good to people around us.