What's new?

Thursday, September 24, 2020

Review Buku: 86

 


Judul: 86

Pengarang: Okky Madasari

Tahun terbit: 2011

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama


Sebagai seorang pegawai rendahan, apa yang akan kamu lakukan ketika atasanmu memerintahkan untuk menjalankan suatu pekerjaan yang akan menghasilkan pundi uang yang sangat banyak? Akankah kamu berpikir dua kali untuk megerjakannya? Atau kamu akan langsung mengiyakan, sekalipun kamu tahu ada risiko yang harus ditanggung di belakang nanti?

Novel 86 berkisah tentang Arimbi, seorang perempuan lugu yang merantau ke Jakarta. Dibesarkan oleh keluarga yang sederhana di desa, Arimbi yang meraih gelar sarjana dan menjadi PNS di pengadilan merupakan kebanggaan bagi bapak ibunya. Nyatanya, di pengadilan Arimbi hanyalah seorang juru ketik dengan penghasilan pas-pasan. Hidupnya di Ibukota masih sangat jauh dari kesan berkecukupan. Namun begitu Arimbi harus berusaha memutar uangnya agar bisa mencukupi kebutuhan hidupanya, sekaligus memenuhi harapan orangtuanya di desa. Sampai suatu ketika atasan Arimbi memerintahkannya untuk menjalankan tugas yang Arimbi ketahui penuh risiko dan berbahaya, namun dapat memberikan kehidupan yang jauh lebih layak baginya. Bagaimana nasib Arimbi selanjutnya? Akankah dia tetap mengikuti permainan yang telah banyak dilakukan orang-orang, sekalipun hal itu menyalahi aturan dan membahayakan dirinya?

Novel 86 memaparkan potret kehidupan yang keras dan bagaimana sebagian masyarakat menggunakan segala cara guna mendapatkan taraf hidup yang lebih baik. Novel ini juga menyajikan paparan realita kehidupan di sekitar kita, bahwa mereka yang memiliki kuasa dan harta acap kali lebih dimudahkan untuk mendapat akses dalam segala hal. Uang seakan punya andil dalam segala hal, membuat orang kadang lupa diri dalam memburu harta. Novel 86 juga menunjukkan bahwa kadang apa yang sudah jamak dilakoni orang-orang belum tentu merupakan suatu hal yang benar, sehingga kita sebagai manusia harus tetap berpikir jernih sebelum melakukan sesuatu.

Okky Madasari memang kerap mengangkat fenomena-fenomena sosial dalam setiap karyanya, dan dalam novelnya kali ini ia mengupas permasalahan korupsi yang ada di Indonesia. Bahwa korupsi dan suap tidak hanya dapat dilakukan oleh para pejabat yang bergelimang harta, namun juga dapat dijumpai dalam hal-hal sederhana di sekeliling kita. Tidak hanya seputar korupsi, kita juga dapat menemukan beberapa fenomena sosial lain dalam novel ini. Penasaran? Baca saja buku ini! :)

Thursday, September 17, 2020

Review Buku: Lusifer! Lusifer!


Judul: Lusifer! Lusifer!

Pengarang: Venerdi Handoyo

Penerbit: POST Press

Tahun terbit: 2019


Ketika seseorang yang dianggap "berbeda dari orang normal kebanyakan" mengalami keanehan dan memiliki keluhan, apa yang sesungguhnya terjadi padanya? Benarkah dirinya dirasuki roh jahat? Atau sesungguhnya, ia memang membutuhkan seseorang yang bisa memahami jiwanya?

Kisah dalam Lusifer! Lusifer! dituturkan melalui kacamata tokoh Markus Yonatan. Dikisahkan bahwa pada mulanya Markus Yonatan menjalani kehidupan yang biasa saja bersama orangtua dan kakak laki-lakinya. Suatu peristiwa membuat  kehidupan keluarga mereka yang semula cenderung disfungsional, bahkan terkesan jauh dari agama, menjadi lebih hangat dan religius. Mereka pun mulai mengikuti persekutuan doa di suatu gereja, bahkan menjadi pengurus di sana. Hal inilah yang membawa Markus Yonatan mengenal Singa Yehuda (yang akrab disapa SY) dan adiknya, Mawarsaron. SY dan Mawarsaron merupakan anak-anak petinggi di gereja tempat keluarga Markus Yonatan beribadah. Sebagai orang penting di gereja, orangtua SY dan Mawarsaron selalu ingin putra-putrinya menjadi anak yang baik dan taat pada Tuhan. Mereka selalu mengatakan bahwa Mawarsaron malas berdoa dan menganggap perilakunya yang kerap menonton film Hollywood, membaca majalah remaja, dan mendengar lagu beberapa boyband terkenal, dapat merusak pemikiran mereka dan menjauhkan diri dari Tuhan. Sampai suatu ketika jemaat gereja dikejutkan oleh suatu kabar: Mawarsaron hamil di luar nikah! Yang lebih mengejutkan lagi, Mawarsaron berteriak-teriak bagai kesetanan, menyatakan bahwa anak yang dikandungnya itu adalah anak Iblis. Para pengurus gereja pun meyakini bahwa Lusifer, Sang Raja Iblis, tengah bersarang di tubuh Mawarsaron. Diadakanlah pengusiran roh guna mengenyahkan Lusifer dari tubuh gadis itu. Tapi benarkah Mawarsaron tengah dirasuki Lusifer? Dapatkah Markus Yonatan mencari tahu kebenarannya?

Lusifer! Lusifer! memaparkan kritik sosial terhadap labelling "lemah iman" dan "kurang berdoa" yang biasa dialamatkan masyarakat terhadap orang-orang yang dinilai bermasalah. Meski dibalut oleh nilai-nilai keagamaan, buku ini sama sekali tidak terkesan mendoktrin atau menggurui. Isu yang digunakan pun sangat dekat dengan masyarakat saat ini, tentang bagaimana terkadang masalah manusia tidak hanya membutuhkan penyelesaian melalui komunikasi atau hubungan dengan Tuhan, tapi juga dengan komunikasi yang baik dengan sesama. Terkadang manusia hanya ingin didengarkan dan dihargai, bukannya dinilai dan dihakimi. Semakin kita menghakimi seseorang, justru bisa jadi kondisi orang itu malah makin memburuk.

Lusifer! Lusifer! menawarkan cerita yang segar dengan isu menarik. Kisah ini menyentil kondisi sosial masyarakat zaman now yang kerap menghakimi orang lain tanpa tahu kondisi sebenarnya atau menggunakan nama agama sebagai pembenaran dalam melakukan segala sesuatu. Buku ini tidak terlalu tebal dan bahasanya mudah dipahami, membuatnya bisa dijadikan alternatif bagi yang sedang mencari novel dengan kisah tak biasa.