What's new?

Saturday, August 29, 2015

Kau, Aku, dan Hujan Kala Itu

Bukan hal yang biasa bagiku untuk mengacuhkan hujan, terlebih hujan yang bertepatan dengan tanggal di hari ini. Biasanya saat rintik hujan mulai terdengar, aku selalu menyempatkan diri untuk duduk di balkon rumah yang menjadi spot kesukaanku. Aku begitu betah duduk di sana, menikmati bunyi air yang berjatuhan beserta terpaan angin sejuk. Sesekali percik air mengenai wajahku. Rasanya sangat tenang, menyaksikan hujan turun sembari merenungi potongan cerita yang ada di sekitarku. Namun demi menyelesaikan pekerjaan menumpuk, terpaksa kesenangan itu harus kutunda.

Begitu semua tugas terselesaikan, aku menarik nafas lega, sembari menyandarkan kepala di sandaran kursi. Aku pun beranjak ke tempat tidur seraya meraih ponsel. Membukanya sembari mengistirahatkan segala kepenatan tubuh barang sejenak. Satu panggilan tak terjawab, tiga pesan masuk. Semuanya dikirim olehmu. Refleks, aku mencari kontakmu dan memencet simbol telepon.

“Halo...” laki-laki di seberang mengangkat telepon.

“Hai, tadi ada apa kamu hubungi aku?”

“Tidak apa-apa, hanya ingin mengobrol. Mengganggu kah?”

“Tidak. Tadi memang aku sedang menyelesaikan tulisan untuk majalah edisi bulan depan.”

“Oh iya? Deadline-nya kapan? Apa sudah selesai?”

“Sudah, deadline-nya besok, makanya tadi aku ngebut mengerjakan, hehe..”

Kudengar tawa kecil di seberang sana, disambung dengan desah lega.

“Berarti sekarang sudah bisa mengobrol kan?”

Ganti aku yang tertawa kecil. Beranjak dari tempat tidur menuju balkon.

“Tentu. Mengobrol santai kan bisa jadi cara yang tepat untuk melepas kejenuhan akan tugas seharian ini. Lagipula suasananya pas sekali, karena di sini sedang hujan."

"Wah kebetulan sekali. Di daerahku juga sedang hujan, lho. Apakah di sana hujannya dibarengi petir?"

"Untungnya tidak. Kamu kan tahu aku paling takut mendengar suara petir, hehehe.."

"Iya. Kalau mendengar suara petir kamu pasti akan langsung berjongkok sambil menutupi kedua telingamu, persis dengan yang kamu lakukan setahun lalu."

"Hahaha iya.. Kamu masih ingat rupanya dengan kejadian setahun lalu itu?"

"Mana mungkin aku lupa? Setahun lalu adalah pernikahan Nina, sahabatku yang juga merupakan teman masa kecilmu. Dan di situ pula kita pertama kali bertemu."

"Iya. Saat itu kita juga berfoto dalam satu frame yang sama, padahal kita belum kenal sebelumnya, tapi karena kita sama-sama dipanggil ke depan sebagai sahabat Nina, jadilah kita berfoto bersama dengan Nina dan keluarganya juga."

"Iya. Dan saat keluar dari gedung ternyata hujan deras sekali, hahaha." kamu pun tergelak, mengingat memori masa itu. Membawaku kembali pada perkenalan pertama kita.

"Hahaha, kamu kok semangat sekali tiap membahas soal hujan kala itu. Senang ya, melihatku ketakutan saat petir di luar menyambar-nyambar begitu?"

"Hei, bukannya aku mau bahagia di atas penderitaan orang atau bagaimana. Hanya saja aku merasa geli melihatmu saat itu. Ternyata di era modern seperti ini masih ada wanita dewasa yang takut mendengar petir." kau tertawa terpingkal-pingkal. Aku mendengus, pura-pura kesal.

"Dari situ pula perkenalan kita bermula. Ingat saat kau berusaha menenangkanku? Membawaku kembali masuk ke dalam gedung, menemaniku hingga hujan reda?"

"Mana mungkin aku lupa. Kau tampak menggigil ketakutan saat itu, siapa yang tak kasihan melihatmu. Terlebih saat kau ceritakan bahwa kau sudah takut petir sejak kecil." suara di seberang itu kembali terkekeh. Aku menikmati derai tawa itu.

"Ya, sejak kecil aku takut petir, tapi anehnya aku tak pernah takut ketika hujan turun, bahkan selalu suka. Dan ternyata kau pun menyukai hujan."

"Iya, ketika kecil, saat hujan turun, aku dan kawan-kawanku kerap bermain hujan, menghabiskan waktu di kebun belakang rumahku. Rasanya sangat menyenangkan. Kami bahkan masih bermain sepak bola kala hujan seperti itu, hal yang membuatku langsung dimarahi ibu begitu masuk ke dalam rumah karena lantai rumah jadi kotor akibat lumpur dan air yang menetes dari sekujur tubuhku." kau kembali tergelak. Aku ikut tertawa.

"Dari pembicaraan soal hujan itu, obrolan kita langsung menyebar ke mana-mana ya. Kita ternyata memiliki ketertarikan akan buku yang sama, film, juga musik yang sama."

"Kita bahkan baru tahu saat itu kalau kita pernah mengikuti program pertukaran pelajar yang sama, dan hanya lolos sampai tahap wawancara, hahaha.."

"Yah.. Kadang memang suatu hal yang tak disengaja dapat membawa warna baru dalam hidup kita. Siapa sangka hujan kala itu akan membawa kita sejauh ini? Tapi... bukankah tak ada yang serba kebetulan di dunia ini?"

"Ya, mungkin memang kita sengaja dipertemukan melalui pernikahan Nina, melalui obrolan soal hujan itu. Kalau tidak demikian, tak mungkin sampai saat ini kita masih bisa saling berkomunikasi, bahkan mengobrol lewat telepon, kan?"

"Hahaha tentu saja. Eh, ngomong-ngomong soal obrolan, apa yang mau kamu bicarakan saat tadi meneleponku?"

"Oh itu. Hmm, tidak apa-apa. Aku hanya terkenang pertemuan kita, persis setahun lalu di tanggal ini kan?"

"Iya, benar. Lantas kenapa?"

"Tidak apa-apa. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu ya. Kira-kira apa yang akan terjadi setahun berikutnya ya?" pertanyaanmu membuat mataku menerawang, memandangi langit mendung dan air hujan yang mengucur membasahi tanah.

"Hmm.. yang pasti aku masih akan suka pada hujan. Ya mungkin aku akan berusaha melawan ketakutanku akan petir. Di mana-mana hujan kan biasanya disertai petir. Aku tak dapat menikmati hujan dengan santai kan kalau harus menutupi telinga saat petir datang begitu, hahaha."

"Ya, lalu bagaimana dengan kita sendiri?"

"Hah? Bagaimana maksudnya?"

"Hmm.. Masih boleh kah aku mencarimu di tanggal yang sama, di musim hujan setahun nanti? Bolehkah aku menjadikanmu teman mengobrol dan berbagi segala hal?"

"...."

"Kamu masih di situ?"

"Iya, aku di sini. Hmm, kita tak akan tahu apa yang terjadi pada kita ke depannya, namun yang aku tahu, aku ingin bisa membagi semua hal yang ada denganmu, ingin bercerita banyak hal dan saling tertawa satu sama lain. Dan.. ya, kau tentu boleh mencariku di tanggal ini pada musim hujan mendatang, atau musim-musim lainnya. Karena saat kau datang kembali nanti, maka semuanya akan jelas sudah." aku kembali mendengar kelegaan dari seberang sana.

"Baiklah kalau begitu. Terima kasih sudah mau mengobrol denganku. Selalu menyenangkan menghabiskan waktu bicara denganmu."

"Sama-sama. Senang bisa mengobrol denganmu." ada jeda diam sejenak di antara kami, seakan satu sama lain begitu susah mengakhiri sambungan telepon.

"Well, selamat menikmati hujan."


"Iya, selamat hujan-hujanan juga ya."

-wintarsitowati-

No comments:

Post a Comment