What's new?

Saturday, March 21, 2015

Elmira Oh Elmira



“Selamat pagi!” suara riang itu membangunkanku dari tidur. Tampak Elmira dengan wajah lucunya, sudah dalam keadaan rapi dalam balutan seragam sekolah. Belum puas, ia kembali berseru kencang di telingaku,”Ken, ayo bangun! Matahari sudah tinggi!” Aku mengerjap-ngerjapkan mataku. Kini El terlihat sibuk membangunkan teman-temanku yang lain.“Barbie, ayo bangun, hari sudah siang. Hei Paddington, jangan tidur lagi. Mickey, Minnie, Pooh, kenapa kalian masih mendengkur? Ayo semua, sudah saatnya bangun!”

Begitulah yang terjadi setiap pagi di kamar El. Ia selalu bangun lebih pagi dan membangunkan kami semua dengan penuh semangat. El adalah seorang gadis kecil berumur sepuluh tahun. Wajahnya lucu dan menggemaskan, dengan pembawaannya yang selalu ceria. El menemukanku di toko mainan di sebuah pusat perbelanjaan kota, dua tahun yang lalu. Pertama kali melihatnya, aku langsung terkesima dengan senyum dan mata kekanak-kanakannya. Ia memandangiku dengan takjub, seakan menemukan sesuatu yang begitu istimewa. El pun langsung membawaku ke hadapan orangtuanya.

”Ayah, Bunda, lihat! Bolehkah El ambil yang ini?” ujarnya memohon pada orang tuanya. Keduanya berpandangan satu sama lain, sementara si kecil El masih saja merajuk,”Boleh ya Yah.. Boleh ya Bun..”

Orang tua El tersenyum geli, dan sang ayah pun berkata,”Tentu boleh, El sayang. Lagipula hari ini kan ulang tahun El yang kedelapan, jadi El boleh memilih mainan apa saja yang El suka.” Ujar ayahnya lembut. Terlihat mata si kecil berbinar-binar. Sambil terus mendekapku, ia melonjak kegirangan.

”Terima kasih Ayah. Terima kasih Bunda.” serunya bahagia,”Tapi El hanya ingin boneka Ken ini saja kok Yah, Bun.”

“Lho kenapa memangnya, El? Apa tidak ada boneka lain yang El inginkan?” tanya bundanya sambil membelai rambut El. Yang ditanya hanya menggelengkan kepala,”El sudah punya cukup banyak boneka dan mainan di rumah, Bun. Tahun lalu El mendapat hadiah boneka Barbie dan rumah mainannya dari Ayah dan Bunda. El sangat senang karena akhirnya El mendapatkan mainan yang selama ini El inginkan. Namun El kasihan pada Barbie karena dia tak mempunyai teman sesama boneka manusia, sementara di kamar El hanya ada boneka-boneka hewan. Karena itu El hanya ingin boneka Ken ini ya Yah, Bun.” saat itu aku tersenyum melihat kepolosan dan tingkah lucu El. Aku pun bersyukur karena di antara boneka manusia lain yang dijual di sana, El memilihku sebagai temannya.

Sejak itu aku tinggal di rumah El. Setiap pulang sekolah atau saat senggang, El selalu mengajak boneka-bonekanya bermain, termasuk aku. Ia menyayangi semua mainannya dan memperlakukan kami dengan baik. Hal ini membuat kami sayang pada El. Namun, entah mengapa aku merasa bahwa El menaruh perhatian spesial padaku. El selalu membawaku kemana pun dia pergi. Ia selalu mendekapku saat tidur dan membangunkanku terlebih dulu sebelum mulai membangunkan teman-temanku yang lain. Suatu kali kami sedang bermain bersama Barbie, Pooh, dan boneka lainnya, El berpura-pura seakan Barbie adalah putri raja yang cantik, sementara aku adalah pangeran tampan yang baik hati. Setelah puas bermain, El menghempaskan tubuhnya di karpet, dikelilingi kami, para boneka. Tiba-tiba El meraihku dan menatapku dalam-dalam.

”Kelak, aku juga ingin seperti kisah di dongeng-dongeng. Ada pangeran baik dan tampan yang selalu menjagaku, menjadi seseorang yang istimewa di hatiku.” ujarnya sambil memelukku. Saat itu aku merasa pipiku menghangat. Dan aku menyadari satu hal: Aku jatuh hati pada gadis cilik ini. Dan perasaan itu tetap terjaga hingga kini.

***

“Kau sudah gila ya, Ken?” Barbie setengah berteriak mendengar perkataanku. Aku mendesis sambil meletakkan telunjukku di depan mulut, takut boneka yang lain akan mendengarnya. Hari sudah malam, seperti layaknya manusia, kami para boneka juga membutuhkan waktu beristirahat. Namun malam ini mataku tak dapat terpejam. Maka aku mengendap-endap dari pelukan El, membangunkan Barbie, sahabatku. Sudah setahun aku di sini, seiring waktu itulah perasaanku terhadap El terus tumbuh. Tetapi tidak satu pun teman-temanku yang mengetahui soal perasaanku pada gadis cilik itu. Ada perasaan berkecamuk, aku butuh teman bicara, seseorang yang bisa mendengar ceritaku. Untuk itu aku memutuskan untuk menceritakan semuanya pada Barbie, yang sudah lebih dulu tinggal bersama El. Tak kusangka reaksinya akan begitu.

“Kau tahu kan Ken, dunia kita dan El sangat berbeda. El adalah manusia, pemilik kita, Ken. Sementara kita hanyalah boneka, mainan! El memang lucu, cantik dan menggemaskan. Tapi tetap saja kita tak boleh berlebihan sayang padanya, Ken!” sergah Barbie. Ucapannya merobek perasaanku.

“Tapi kenapa, Barbie? Karena kita tidak bisa hidup saat berada di depan mereka? Karena ukuran tubuh kita lebih kecil dari mereka? El memperlakukan kita seperti halnya ia berinteraksi dengan manusia, Barbie. Apakah kau tak melihatnya?” tukasku,berusaha meyakinkan Barbie.

“Sadarlah, Ken. El itu masih sepuluh tahun. Seperti anak gadis pada umumnya sudah sewajarnya ia bermain bersama kita, seolah kita ini hidup. Ia memang menjaga kita dengan penuh kasih, tapi kau jangan lupa Ken, El akan tumbuh dewasa. Cepat atau lambat dia akan melupakan kita, Ken.” perkataan Barbie membuatku tercekat.

“Tidak, Barbie. El adalah gadis yang baik. Selayaknya manusia El pasti akan bertambah besar, namun dalam hati aku yakin ia takkan meninggalkan kita, ia takkan meninggalkanku, Barbie. Bahkan jika bisa, aku bersedia melakukan apa pun agar aku bisa hidup di depannya dan mengutarakan perasaan ini padanya.”

“Kau benar-benar sudah kehilangan akal sehat, Ken. Kita para mainan tak mungkin bisa berinteraksi secara langsung dengan manusia. Mereka pasti ketakutan jika melihat kita serta merta hidup dan berbicara pada mereka.” kulihat sahabatku itu menghela nafas. Ia hendak berlalu, kembali tidur, namun sebelum itu, ia menepuk pundakku,”Kuharap kau segera sadar Ken, sebelum kau terlalu tersakiti..”

***

Tak terasa, kini El sudah berusia empat belas tahun. Ia tumbuh menjadi remaja yang pintar dan semakin cantik. Ia memang sudah semakin jarang bermain dengan kami, namun ia masih menempatkan kami di tempat tidurnya. Kadang ia memeluk Pooh, Mickey, atau boneka hewan lainnya saat tidur. Namun ia sudah tak pernah lagi menoleh ke arahku. Ia tak pernah lagi mendekapku erat, tak pernah lagi berbicara denganku seperti dulu. Ada perasaan sedih di dalam hatiku. Kemana perginya El yang dulu? El kecil yang kemana-mana selalu membawaku serta? Sampai setiap orang begitu hafal, di mana ada Elmira, di situ ada Ken. Mengapa kini El tak pernah bermain denganku walau hanya sebentar saja? Ada kerinduan yang menganga begitu lebar dalam hatiku.

***

Waktu terus berlalu. Tahun terus berganti. Hari itu bertepatan dengan ulang tahun El yang ke-17, di bulan Februari. Bulan yang kata orang merupakan bulan kasih sayang. Tak seperti biasanya, begitu banyak orang berdatangan ke rumah. Menurut Barbie, bagi manusia, usia tujuh belas tahun dianggap sebagai babak baru dalam kehidupan mereka. Manusia yang telah menapaki umur tujuh belas tahun dianggap telah dewasa, mulai bisa menentukan pilihan hidupnya sendiri.

Diam-diam, kami para mainan mengintip hiruk-pikuk yang terjadi di ruang tengah keluarga El. Tak hanya sanak saudara, beberapa orang yang belum pernah kami kenal pun turut meramaikan suasana. Salah satu di antaranya adalah seorang anak lelaki berbadan tinggi tegap dengan penampilan kasual yang modis, yang ditengarai sebagai teman sekolah El. Sejak pertama ia muncul, ada rona merah bercampur kebahagiaan di wajah El, membuat hatiku panas. Apakah ia.. ah, tak mungkin. Pasti ini hanya perasaanku saja.

Acara pun berlangsung dengan meriah hingga tiba pada puncaknya, acara tiup lilin. Semua orang menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk El, bahkan kami para mainan diam-diam bernyanyi dari dalam kamar. Bagaimana pun El adalah sosok gadis yang menyenangkan, meskipun ia sudah semakin jarang menyentuh kami.

El meniup lilin di kue tart-nya, diiringi tepuk tangan dari semua orang di ruang tengah. Tibalah saat pemotongan kue yang akan diberikan pada orang-orang spesial di hati El. Potongan pertama El berikan pada bundanya, dibarengi dengan pelukan dan kecupan kasih sayang di kedua pipi El. Potongan kue kedua diberikan pada ayah El, bersamaan dengan El mencium tangan sang ayah dengan wajah haru dan bahagia.

“Dan potongan kue ketiga El berikan pada..” Aku berdebar-debar. Siapa kah yang akan mendapat potongan kue ketiga? Apakah El masih mengingatku?

“Adrian, potongan kue ketiga ini untuk kamu.” suara El bagai petir menyambar telingaku. Tampak anak lelaki bertubuh tegap tadi maju dan tersenyum ke arah El. Yang berulang tahun tersipu malu sambil menyerahkan kuenya. ”Ayah, Bunda, kenalkan, ini Adrian, teman sekolah El. El pernah cerita kan kalau El mau mengenalkan orang yang spesial di ulang tahun El yang ke-17 ini? Adrian lah orang itu, Yah, Bun.” ujar El, memperkenalkan lelaki itu di hadapan orang tuanya. Acara ulang tahun pun berlanjut. Aku terduduk lemas di kamar El. Hancur sudah harapanku untuk dapat menjadi pangeran impian El. Kini ia telah memiliki pangeran yang datang dari dunia yang sama dengannya. Barbie yang melihatku begitu terpukul berusaha menghiburku. Di saat aku sedang bersedih, terdengar sebuah suara melengking dari ruang tengah.

“Kak El, boleh Meta bermain dengan boneka-boneka Kakak?” Meta, sepupu El yang terkecil berteriak sambil berjalan menuju kamar El.

“Tentu boleh Meta sayang, mainlah dengan boneka apa saja yang Meta suka.” ujar El yang masih sibuk dengan teman-temannya. Meta kecil berlonjak girang, dan memasuki kamar El. Begitu ia melihat kami, para mainan, ia begitu takjub. Serta merta ia meraih tubuhku, dan membawaku ke hadapan El.

“Kak El, boneka ini tampan sekali. Bolehkah yang ini menjadi milik Meta?” ucapan Meta membuatku tercekat dalam hati. Oh Tuhan, aku tidak ingin berpisah dari El. Sekalipun ia tak pernah bermain denganku lagi, sekalipun ia telah memiliki teman spesial, aku tak ingin jauh darinya. Biarlah aku hanya menjadi boneka biasa asalkan aku bisa tetap berada di sisi Elmira.

El menatapku dengan seksama. Ia terdiam sejenak, seperti menimbang-nimbang. Sesaat kemudian ia berkata,”Tentu boleh Meta. Ambillah boneka ini. Kak El sudah tidak memakai boneka ini kok.” ujarnya sambil tersenyum pada Meta. Ucapan itu merontokkan hatiku. El.. Elmira.. Mengapa begitu mudah kau melepaskanku? Tidakkah kau mengingat masa itu, saat kita sering bermain bersama? Saat aku menjadi teman yang kau bawa kemana saja? Aku menyayangimu lebih dari rasa sayang Adrian kepadamu, El. Elmira oh Elmira.. Ah, andai kau tahu El.. 

*Cerita ini telah dibukukan dalam buku 2 antologi Kasih Tak Sampai oleh NulisBuku.com

No comments:

Post a Comment